Pemda Diminta Harus Berperan Dalam Pengendalian Inflasi
SOLO[Berlianmedia] – Kenaikan harga BBM dipastikan bakal mendorong laju inflasi, mengingat inflasi terjadi karena BBM adalah sektor vital dari sebuah produksi dan transportasi.
Ketua Komisi B DPRD Jateng Sumanto mengatakan komponen yang paling terpengaruh dengan adanya kenaikan BBM ini adalah masalah kenaikan harga bahan pangan yang diperlukan untuk segi distribusi dan produksinya.
Selain bahan pangan, lanjutnya, transportasi adalah sektor penting yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kenaikan harga BBM ini. Bahkan mengakibatkan transportasi umum menaikkan tarif angkutannya yang tidak wajar dari harga yang biasanya.
“Kedua sektor inilah yang menyebabkan masyarakat tidak dapat menerima kenaikan akan harga BBM. Harga angkutan umum dan harga makanan yang terus melambung tinggi, di tengah gaji yang mereka terima selama sebulan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan akan bahan pangan dan transportasi sehari hari,” ujarnya dalam dialog Prime Topic, bertema ‘Mengendalikan Inflasi’ yang digelar di Gedung Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rabu (7/9).
Dialog yang dipandu oleh moderator Advianto Prasetyobudi dari MNC Triajaya FM Semarang itu, selain menghadirkan nara sumber Ketua Komisi B DPRD Jateng Sumanto, juga Kepala Biro Perekonomian/Sekretaris TPID Pemprov Jateng Eddy Sulistiyo Bramiyanto SE MM dan Dosen Ekonomi UNS Dr Mulyanto.
Menurut Sumanto, dampak lain juga sangat mempengaruhi adalah daya beli masyarakat terutama rakyat kecil yang tidak mempunyai pendapatan memadai untuk membeli bahan pokok utama untuk kebutuhan kehidupan.
“Selama ini jika harga pangan dan transportasi sudah naik, dipastikan ke depan tidak akan dapat kembali turun. Kenaikan harga tetap stabil hanya terjadi pada harga kebutuhkan pokok beras, meski petani adakalanya justru mengalami kerugian,” tutur Sumanto.
Sumanto mengharapkan para pelaku transportasi dan perusahaan penyedia jasa transportasi bisa melakukan evaluasi tarif akibat terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.
“Kenaikan harga penyesuaian tentunya yang wajar sesuai ketentuan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), bukan memanfaatkan kesempatan dengan manaikan tarif berlebihan yang justru semakin memberatkan masyarakat konsumen ujar Sumanto.
Begitu juga kalangan industri, lanjutnya, kenaikan harga hasil produksi juga harus diperhitungan matang dan cermat hingga kenaikan harga produksi bisa relevan, bukan menaikan harga melebih kenaikan harga BBM.
“Misalnya kenaikan harga BBM naik 4%, harga hasil produksi harus menyesuaikan yang wajar, bukan melebihi hingga mencapai 30%. Ini sangat memberatkan masyarakat konsumen yang akan mengakibatkan daya beli turun dratis,” tutur Sumanto.
Sumanto juga meminta peran pemerintah daerah juga harus lebih aktif dalam upaya pengendali inflasi, karena jika terjadi kenaikan BBM, pasti dampaknya inflansi bakal melejit, yang didorong dari melonjak harga kebutuhan pangan, produksin dan transportasi.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian/Sekretaris TPID Pemprov Jateng Eddy Sulistiyo Bramiyanto menuturkan Pemprov Jateng telah melakukan berbagai langkah antisipatif lonjakan inflasi, di antaranya menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, serta mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
“Pengendalian inflasi, jadi yang menjadi fokus perhatian atau prioritas utama adalah mengendalikan inflasi. Karena inflasi dampaknya cukup luas, termasuk pada pertumbuhan ekonomi dan berdampak pula pada persoalan pengangguran, kemiskinan. Ini menjadi fokus perhatian kita,” ujarnya.
Dia menambahkan problem utamanya adalah terkait harga pangan dan energi. Harga pangan menjadi persoalan utama, karena beberapa negara melakukan penutupan ekspor bahan pangan. Sedangkan untuk harga cabai dan bawang merah yang menjadi komoditas penyumbang inflasi nasional, Pemprov Jateng masih bisa mengatasi. Salah satunya dengan pemerataan distribusi sejumlah komoditas penyumbang inflasi.
“Kita melakukan kerja sama antardaerah dan stakeholder dalam melakukan operasi pasar secara terukur, di daerah-daerah penyumbang inflasi,” tuturnya.
Pemprov Jateng, tutur Bramiyanto, mengambil berbagai langkah antisipatif lonjakan inflasi, di antaranya menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, serta mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang akan terus gencar dilakukan.
Dosen Ekonomi UNS Dr Mulyanto mengatakan Jawa Tengah mencatat terjadi penurunan harga atau deflasi sebesar -0,39% pada Agustus 2022. Jumlah ini bahkan melebihi besaran nasional yang mencatat deflasi sebesar -0,21%.
Indikasi ini, lanjutnya, memperlihatkan penurunan harga pada
sejumlah komoditas, di antaranya bahan makanan, dan turunnya harga tiket penerbangan pada bulan tersebut.
Setelah sekian Jateng mengalami inflasi, pada Agustus dapat mengalami deflasi dengan besaran yang cukup besar yakni -0,39% dibanding Juli 2022. Ini lebih tinggi dibanding deflasi nasional yang -0,21%.
Dia menambahkan, turunnya sejumlah harga baik makanan dan non makanan yang terjadi pada kota-kota besar di Jawa Tengah, memungkinan tidak bertahan lama setelah dikeluarkan kebijakan kenaikan BBM.
Meski demikian, Mulyanto mewanti-wanti agar momen penurunan harga atau deflasi di Jateng bisa terjaga. Ini karena, jika dilihat dari inflasi tahun ke tahun, Jawa Tengah sudah mencapai level psikologis.
Menurutnya, meski kondisi pandemi telah relatif membaik, namun saat ini masih dihadapkan pada tantangan meningkatnya resiko ekonomi dan inflasi akibat kenaikan BBM.
“Ini menjadi ancaman serius, karena kita dihadapkan pada beragam ketidakpastian ketika ekonomi sedang menjalani pemulihan,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi Indonesia semakin tinggi pada Juli 2022, baik secara bulanan maupun secara tahunan. Inflasi Juli 2022 tercatat sebesar 4,94%, lebih tinggi dari Juli 2021 yang sebesar 4,35%. BPS juga menyebut, dengan angka inflasi Juli tersebut, maka tingkat inflasi tahun kalender dari Januari ke Juli 2022 tercatat sebesar 3,85%.
Memang, tutur Mulyanto, upaya mengatasi inflasi harus melibatkan semua pihak, pemerintah daerah harus bisa menempatkan inflasi menjadi prioritas, jangan sampai terjadi autopilot dan sekadar mengikuti mekanisme pasar.
Dia menuturkan TPID diharapkan juga terus menjaga stabilitas harga pangan yang tercermin dari inflasi volatile food yang juga mengalami deflasi pada Agustus, deflasi terjadi karena terbantu oleh hasil panen yang telah merata di daerah sentra, termasuk penurunan harga komoditas bawang merah.