Jokowi: Situasi Krisis Tidak Normal,Butuh ‘Abu Nawas’

Presiden Joko Widodo menyebut saat kondisi geopolitik yang tidak pasti seperti sekarang ini, dibutuhkan pemikiran “Abu Nawas” yang cerdik dan lihai untuk hadapi krisis.

Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam “Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022” yang dihadiri para Menteri Kabinet Indonesia Maju, CEO CT Coprs Chairul Tanjung, dan para ekonom lainnya, di Jakarta, Rabu (7/9) lalu.

“Saya titip ke ekonom, jangan menggunakan pakem-pakem yang ada, jangan menggunakan standar yang ada karena saat ini sangat tidak normal sehingga dibutuhkan pemikiran ‘Abu Nawas’, yang ‘kancil-kancil’,” tutur Jokowi.

Kenapa rujukannya Abu Nawas ?.

Abu Nawas dikenal sebagai orang bijak yang suka memberi nasihat dan pandai menguraikan berbagai masalah yang pelik pelik. Dalam cerita, Abu Nawas adalah seorang seniman yang pandai menggubah syair. Dia dikenal sebagai orang bijak yang suka memberi nasihat dan pandai menguraikan berbagai masalah yang pelik-pelik. Di samping itu juga pandai melucu, dan perbuatanya selalu kocak.

Ada-ada saja akalnya untuk mempermainkan orang, namun tanpa mempunyai maksud jahat. Karena itu, dia sangat disukai oleh banyak orang, terlebih-lebih oleh Sultan Harun al-Rasyid.

Banyak yang mengakui bahwa sosok yang satu ini selain kreatif, cerdas, gigih dalam membela kepentingan rakyat dan cerdik. Selalu mempunyai cara untuk melepaskan diri dari berbagai macam masalah. Intinya para ekonom, pebisnis dan stakeholder berani tidak sekadar mempertahankan pakem tetap berani out of the box, keluar dari hal – hal biasa, harus luar biasa.

Perang Rusia – Ukrania.
Presiden Joko Widodo menilai perang antara Rusia dan Ukraina masih lama, sehingga para pejabat negara hingga ekonom perlu membuat strategi untuk menghadapi krisis.

Berdasarkan analisa Jokowi hasil dari pertemuan dengan dua presiden itu, bisa disimpulkan keadaan perang ini akan berjalan dalam waktu yang lama. Konsekuensi logis, secara global akan terpengaruh dengan perang Rusia – Ukrania. Hampir semua kehidupan terutama yang menyangkut ketersediaan pangan termasuk pendistribusiannya.

Imbas yang paling terasa, kenaikan harga pangan diseluruh Negara termasuk energy. Harga gas naik sampai 5 kali lipat dan harga minyak sampai 2 kali lipat, terus berimbas ke mana lagi? Ke keuangan? Gejala ini sejauh mana memengaruhi ‘growth’ dan inflasi? Negara mana yang kena?, ini harus hati-hati betul, Indonesia tidak bisa hanya bicara makronya saja, mikronya juga, dan lebih penting lagi detail satu per satu harus dikupas, pinta Jokowi.

“Saya titip ke ekonom, jangan menggunakan pakem-pakem yang ada, jangan menggunakan standar yang ada karena saat ini sangat tidak normal sehingga dibutuhkan pemikiran ‘Abu Nawas’, yang ‘kancil-kancil’,” ujar Jokowi.

Kita semua sepakat dan paham bahwa dunia sekarang ini berubah sangat luar biasa. Pertama diawali pandemi, Indonesia bisa menangani dengan baik, termasuk pilihan tidak melakukan lockdown.

(Pudjo Rahayu Risan, Pengamat Kebijakan Publik)

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *