Manajemen CV EBP Minta Bank Jateng Cabang Ungaran Tanggung Jawab, Cairkan Dana Meski Rekening Sudah Diblokir
KABUPATEN SEMARANG [Berlianmedia] — Polemik proyek pembangunan fasilitas panjat tebing di kompleks Stadion Jatidiri, Kota Semarang, senilai Rp5,2 miliar, kembali menimbulkan sorotan tajam.
Manajemen CV Esa Buana Perkasa (EBP) sebagai pemilik proyek, meminta pertanggungjawaban Bank Jateng Cabang Ungaran, yang telah melakukan kelalaian dengan tetap mencairkan dana proyek tersebut, meski telah menerima surat resmi permohonan blokir rekening dari pihak direksi.
Perwakilan manajemen CV EBP, Mas Sunar menegaskan, bahwa pihaknya telah mengajukan surat blokir sejak 4 September 2025 lalu, namun justru terkejut ketika mengetahui pencairan termin pertama proyek dilakukan pada 23 Oktober 2025, tanpa konfirmasi apa pun kepada pimpinan sah perusahaan.
“Kami sudah menyerahkan surat blokir resmi lebih dari sebulan sebelumnya, tetapi rekening tetap dicairkan. Tidak ada pemberitahuan, tidak ada klarifikasi dari pihak bank,” ungkap Sunar di Kantor Bank Jateng Cabang Ungaran, Selasa (4/11).
Sunar mengaku, kejanggalan itu semakin kuat setelah ditemukan fakta adanya rekening baru atas nama cabang CV EBP yang dibuka tanpa izin direksi, bahkan menggunakan alamat kantor pusat asli di Cangkiran, Mijen, Kota Semarang.
Padahal menurutnya, alamat tersebut adalah milik sah perusahaan yang ia pimpin, bukan milik pihak yang kini mengklaim sebagai perwakilan.
“Mereka pakai alamat kantor kami di Cangkiran, untuk membuka rekening. Ini jelas tidak sah, karena seharusnya setiap pembukaan rekening wajib mencantumkan surat domisili dan izin resmi dari pimpinan,” ujarnya menegaskan.
CV EBP menilai, tindakan tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian perbankan serta berpotensi menimbulkan kerugian hukum dan reputasi bagi perusahaan.
Sunar juga menyebut, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Gubernur Jawa Tengah dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jateng, lengkap dengan dokumen, rekaman komunikasi dan bukti dugaan pembuatan akta cabang ilegal.
“Kami membawa semua bukti. Ini bukan sekadar persoalan internal, tapi sudah masuk ranah pidana. Ada indikasi pembukaan rekening dan pemalsuan dokumen tanpa sepengetahuan direksi,” tegasnya.
Keterlibatan Notaris
Dalam proses penelusuran internal, manajemen juga menemukan dugaan keterlibatan seorang notaris di Kendal, yang disebut-sebut telah membuat akta cabang tanpa dasar hukum yang sah.
Namun, upaya klarifikasi yang dilakukan perusahaan justru berujung buntu karena notaris yang bersangkutan menghindar dan memblokir komunikasi.
Sunar menduga ada pihak lain yang membekingi tindakan ini, bahkan tak menutup kemungkinan mencatut nama institusi tertentu untuk memperkuat langkah sepihak yang dilakukan.
“Melihat pola dan keberaniannya, kami yakin dia tidak bergerak sendiri. Ada indikasi dukungan dari pihak yang lebih besar,” ungkapnya.
Sunar juga menegaskan, bahwa kemenangan lelang proyek oleh pihak bernama RJA, yang menggunakan nama CV EBP, tidak serta merta memberi hak hukum untuk menguasai perusahaan maupun rekeningnya.
“Menang lelang tidak berarti menjadi pemilik perusahaan. Ada aturan hukum yang harus dipatuhi, tidak bisa memakai nama badan usaha seenaknya,” tandasnya.
Kini, CV EBP telah meminta Bank Jateng untuk melakukan klarifikasi terbuka, atas pencairan dana yang dinilai janggal serta menuntut evaluasi menyeluruh terhadap prosedur verifikasi dokumen nasabah.
Menurut perusahaan, langkah ini penting agar praktik serupa tidak kembali terjadi pada pelaku usaha lain.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Bank Jateng Cabang Ungaran maupun RJA belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan tersebut.
Kasus ini menjadi cermin penting bagi publik, bahwa pengawasan internal perbankan dan perlindungan hukum terhadap pemilik badan usaha harus diperkuat, agar dunia usaha terlindungi dari praktik penyalahgunaan nama dan wewenang.








