Kultum Subuh Ramadhan: Keberagaman adalah Ujian Kehidupan dan Anugerah Ilahi

SEMARANG [Berlianmedia] – Dalam suasana sejuk dan penuh keberkahan Ramadhan, Masjid Attaibiin Kalisegoro Gunungpati, kembali menjadi saksi perenungan spiritual yang mendalam. Dalam kultum Subuh kali ini, Prof. Wirawan Sumbodo, MT menyampaikan pesan yang penuh hikmah tentang keberagaman sebagai bagian dari ketetapan Allah SWT yang harus dihormati dan disyukuri, (15/3).

Mengawali ceramahnya, Prof. Wirawan mengutip Surat Al-Hujurat ayat 13, di mana Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dari ayat ini, Prof. Wirawan menekankan bahwa keberagaman bukanlah suatu kebetulan, melainkan ketetapan (sunnatullah) yang memiliki tujuan mulia. Manusia diciptakan berbeda-beda bukan untuk berpecah belah, tetapi agar dapat saling mengenal, memahami, dan belajar dari satu sama lain.

Beliau menjelaskan bahwa Allah SWT bisa saja menciptakan umat manusia dalam satu suku, satu bahasa, atau satu kebiasaan, tetapi justru dengan perbedaan itulah manusia diuji. “Bagaimana mungkin seseorang dikatakan sabar jika tidak pernah diuji dengan perbedaan pendapat? Bagaimana seseorang bisa disebut toleran jika tidak pernah berhadapan dengan keragaman cara pandang?” ujarnya.

Dalam kultumnya, Prof. Wirawan juga mengingatkan bahwa salah satu penyakit hati yang paling berbahaya adalah kesombongan. Banyak orang merasa kelompoknya paling benar, paling suci, dan menganggap kelompok lain sebagai musuh yang harus dihancurkan. Sikap seperti ini bukan hanya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga merupakan cerminan dari penyakit hati yang dikecam dalam Al-Qur’an.

“Kisah iblis yang enggan sujud kepada Nabi Adam adalah contoh nyata bagaimana kesombongan bisa menjatuhkan makhluk yang mulanya mulia menjadi hina. Iblis menolak perintah Allah hanya karena merasa dirinya lebih baik, dan itulah awal dari segala bentuk perpecahan dan permusuhan di dunia,” kata Prof. Wirawan.

Beliau menegaskan bahwa kesombongan berbasis identitas—baik itu dalam hal suku, agama, atau ras—sering kali menjadi pemicu konflik dalam sejarah peradaban manusia. Padahal, dalam pandangan Islam, kemuliaan seseorang bukan ditentukan oleh latar belakangnya, tetapi oleh ketakwaannya.

Prof. Wirawan melanjutkan dengan menjelaskan bahwa toleransi bukan berarti mengorbankan prinsip agama, tetapi menunjukkan sikap kedewasaan dalam menghadapi perbedaan. Islam tidak mengajarkan penganutnya untuk menyeragamkan semua orang, melainkan untuk hidup berdampingan dengan damai, tanpa kehilangan identitas keimanan masing-masing.
Beliau menekankan bahwa dengan saling menghormati dan memahami perbedaan, manusia dapat: Beribadah dengan khusyuk tanpa rasa takut dan tekanan, bekerja dengan nyaman karena lingkungan yang harmonis dan belajar dengan tenang karena pikiran tidak dipenuhi dengan kebencian dan kecurigaan.

“Jika kita ingin hidup bahagia, maka toleransi bukan hanya pilihan, tetapi keharusan. Menerima keberagaman berarti menerima hukum Allah, dan menolak perbedaan berarti menolak kenyataan yang Allah ciptakan,” ujarnya.

Menutup kultumnya, Prof. Wirawan mengajak seluruh jamaah untuk merenungkan bagaimana Islam berkembang sebagai peradaban besar justru karena mampu merangkul keberagaman. Di masa keemasan Islam, umat Muslim hidup berdampingan dengan Kristen, Yahudi, dan berbagai suku bangsa lainnya, dan bersama-sama mereka membangun ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesejahteraan.

“Kita harus belajar dari sejarah. Jika umat Islam dahulu bisa memimpin dunia dengan sikap terbuka dan toleran, mengapa kita sekarang justru terpecah belah hanya karena perbedaan yang semestinya menjadi sumber kekuatan?” ungkapnya.

Kultum Subuh ini mendapat respons positif dari jamaah yang hadir. Banyak yang merasa tercerahkan dengan pemaparan yang mendalam dan penuh filosofi dari Prof. Wirawan. Diharapkan, pesan-pesan yang disampaikan dapat menginspirasi umat untuk menjadi pribadi yang lebih toleran, bijaksana, dan berkontribusi dalam menciptakan kehidupan yang harmonis.

Dengan memahami bahwa keberagaman adalah bagian dari sunnatullah, umat Islam diharapkan tidak hanya menjadi umat yang taat beribadah, tetapi juga menjadi pemimpin dalam membangun peradaban yang damai dan penuh keberkahan.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *