Kawasan Industri Jateng Miliki Potensi Besar Sedot Investor

SEMARANG[Berlianmedia] –  Sejumlah daerah di wilayah Jawa Tengah saat ini miliki potensi besar untuk pendirian kawasan industri (KI), menyusul pembangunan infrastruktur dipercepat dan lahan yang disediakan cukup luas.

Selain memiliki peluang besar untuk menarik investor lokal maupun asing masuk di dalam kawasan industri, Jateng juga memiliki lahana cukup luas, juga infrastruktur cukup mamadai.

Wilayah Jateng terutama pantura yang memiliki sumber daya alam dan tenaga kerja yang komperatif, sangat berpotensi menjadi kawasan favorit bagi investor, untuk mengembangkan usahanya baik pendirian industri baru maupun perluasan pabrik.

Kawasan pantura dinilai lebih strategis untuk pengembangan kawasan industri, mengingat infrastruktur di sepanjang wilayah itu lebih mendukung dan bakal memadai setelah pembangunan tol trans Jawa rampung, segera menyusul pembangunan ruas tol Semarang-Demak dan Bawen-Sleman.

Saat ini Jateng memiliki 14 perusahaan KI yang tersebar di berbagai daerah dengan total areal lahan yang siap dikembangkan seluas 3.000 hektare lebih dan sebanyak 13 KI di antaranya berlokasi di kawaswan Pantura Semarang dan sekitarnya.

Dari Kawasan Industri sebanyak itu, hampir sebagian besar lokasinya terdapat di kawasan Pantura Semarang bagian timur mulai Kaligawe hingga perbatasan kabupaten Demak, bahkan kini tumbuh menjadi sentra kawasan industri terbesar di Jateng, setelah kawasan industri Semarang Barat hingga Kabupaten Kendal dan kawasan Industri Bawen Kabupaten Semarang.

Jateng dipastikan tetap menjadi pasar potensial untuk menarik investor di sektor industri, setelah Jabotabek dan Jabar mulai padat serta ada kecenderungan merealisasi usahanya ke timur.

Tanda-tanda akan terjadi limpahan investasi dari barat, kini makin kuat dirasakan oleh para penyedia lahan industri di wilayah ini yang diawali oleh permintaan lahan dari berbagai calon investor yang terus mengalir.

Dari jumlah KI sebanyak itu, sampai saat ini terdapat delapan KI yang sudah mengantongi izin prinsip dan mulai merealisasikan dan pembangunan fisik, meliputi tiga KI di Kota Semarang, tiga KI di Kabupaten Demak, satu KI Kabupaten Semarang dan satu di Kabupaten Cilacap.

Sementara yang sudah eksisting terdapat tujuh kawasan industri dan tercatat empat KI di antaranya dalam studi di Pemalang, Semarang, Boyolali dan Brebes.

Pemberian izin prinsip harus selektif dalam pemilihan kawasan industri dan tidak setiap daerah mempunyai kawasan industri, mengingat karakter harus disesuaikan, sehingga wilayah investasi tidak harus mendirikan kawasan industri.

Dalam upaya pembangunan kawasan industri tetap melihat beberapa faktor yang dikedepankan, selain tidak menggunakan lahan persawahan yang produktif, juga daerah pilihan tanahnya tidak marginal serta tidak menggunakan wilayah resapan.

Beberapa tahun lalu, banyak industri bermunculan dibangun di zone-zone industri, namun, setelah diterbitkan Undang-Undang pendirian industri harus berada di kawasan industri.

Namun demikian, bagi daerah yang tidak mempunyai kawasan industri masih diperbolehkan membangun zona peruntukan industri yang diatur dalam tata ruang atau Perda daerah bersangkutan.

Hasil survei Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah (KPPOD) menempatkan Kota Semarang pada peringkat pertama dari 134 daerah di Indonesia sebagai wilayah yang paling memiliki daya tarik investasi.

Tidak mengherankan, jika Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng segera mengungkapkan sejumlah kawasan industri  baru segera dibangun di pantura. Belum lagi kawasan industri baru di kota-kota lain di Jateng yang sudah dalam proses penyelesaian izin dan tahun ini akan dibangun.

Keadaan itu, sinyal positif yang harus ditangkap oleh para pengelola kawasan industri. Mereka harus bersiap menghadapi investor yang mengincar dan bakal berbondong-bondong masuk di kawasan Industri Pantura.

Bahkan Pemprov Jateng bakal membangun empat kawasan industri, sebagai upaya untuk menarik investor dan meningkatkan nilai investasi di tengah mulai membaiknya perekonomian nasional setelah dilanda pandemi Covid-19.

Rencana pembangunan empat KI itu diwilayah Kabupaten Brebes, Rembang Kebumen dan Cilacap.

Selama ini, Jateng sudah berhasil mengembangkan sejumlah kawasan industri di Kabupaten Demak, Semarang dan Kendal, yang diharapkan empat kawasan industri yang akan dibangun itu bisa meningkatkan investasi yang masuk di wilayah Jateng.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jateng dalam upaya menarik investasi hingga kini masih mengandalkan sektor energi dan infrastruktur yang ditergetkan investasinya bisa mencapai senilai Rp54 triliun.

Sektor energi akan didorong untuk dapat masuk di wilayah Jateng seperti pembangunan PLTU dan Pembangkit Listrik Panas Bumi di beberapa daerah.

Selain sejumlah kawasan industri itu, pembangunan dua kawasan industri (KI) di Jateng juga akan dipercepat, sebagai upaya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% yang bisa teruwud pada 2023.

Dua kawasan industri itu meliputi Kawasan Industri Batang dan Brebes yang telah memiliki konsep pembangunan kawasan industri modern untuk menyosong pertumbuhan industri di masa datang.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan percepatan pembangunan kawasan industri di pantura Jateng itu, dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada  2023.

Pembangunan KI tersebut, lanjutnya, sudah dimulai dan bakal terus berlanjut hingga mampu menjadikan Jawa Tengah sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi secara nasional.

“Ini never ending. Tapi yang kecil-kecil sudah berjalan. Batang, begitu masuk satu dua tahun berjalan akan berlanjut terus, menggelinding terus. Kendal sudah berjalan. Brebes akan kita percepat. Mudah-mudahan tahun ini mulai, kalau sudah beres segera masuk konstruksi dan selanjutnya menjual,” ujarnya.

Dia menuturkan telah menyiapkan sumberdaya manusia yang kompeten untuk mendukung dunia industri di wilayahnya lebih kompetitif. Bahkan juga membuka pintu untuk perusahaan agar berkolaborasi dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada di Jateng.

Percepatan pembangunan kawasan industri itu tidak terlepas dari penyusunan konsep yang jelas dari Pemprov Jateng dalam dunia industri.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar menuturkan karena kejelasan konsep pembangunan kawasan industri Jateng ke depan sangat positif, kini sejumlah perusahaan di sekitar Bekasi dan Karawang sudah mulai merelokasikan pabriknya ke Jateng, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan industri.

“Kalau investor datang ke Indonesia, pasti milihnya ke Jawa Tengah. Karena kondusifitas atas dunia industri. Kondusif itu melebihi apapun. Kepala daerah lain mesti seperti ini,” ujarnya.

Dia optimis hadirnya kawasan industri di pantura Jateng itu diharapkan akan menjadi engine of growth perekonomian Indonesia yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19, serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia

Namun demikian, lanjutnya, bukan berarti tanpa hambatan, mengingat melonjaknya harga tanah untuk dijadikan kawasan industri mulai menjadi hambatan yang sering dikeluhkan para pengusaha, meski untuk perizinan, kondusifitas serta dukungan pemprov sangat positif.

KIBT

Sementara Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) termasuk satu di antara 201 proyek dan 10 program yang mencakup 23 sektor dengan nilai investasi sebesar Rp4.809,7 triliun masuk dalam daftar PSN terbaru.

Direktur Utama PT KIW PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) (Persero) Ahmad Fauzie Nur menuturkan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diundangkanpada 20 November 2020, KITB termasuk satu di antara 201 proyek dan 10 program yang mencakup 23 sektor dengan nilai investasi sebesar Rp4.809,7 triliun.

Menurutnya, rencana yang sudah matang untuk mengelola KITB, KIW merupakan anggota konsorsium dengan pola Joint Ventura (JV) bersama-sama dengan PT PP (Persero), PTPN IX dan Pemkab Batang. Masuknya KITB merupakan tantangan sekaligus peluang.

“Tantangan karena Presiden dengan menerbitkan Perpres 109/2020 menaruh harapan besar terhadap KITB untuk memaksimalkan dampak PSN bagi percepatan pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pemulihan ekonomi nasional,”ujar Fauzie.

Sedangkan peluangnya KITB, tutur Fauzi, sekaligus merupakan pengembangan KIW yang sudah membangun, mengembangkan dan mengelola kawasan industri, namun tersedianya lahan sangat terbatas.

Optimistis KITB, kata Fauzie, dikarenakan lahan seluas 4.300 hektare milik negara yang dikelola oleh PTPN IX akan efektif, karena tidak perlu melakukan pembebasan lahan. Dimana aspek pembebasan lahan menjadi variabel yang paling menantang dalam setiap pembangunan kawasan baru.

Untuk itulah, dia menmbahkan, rencana JV yang terdiri dari perusahaan BUMN dan Pemkab Batang  segera terwujud dan harus sinergi. Sinergitas diperlukan karena kolaborasi empat komponen organisasi yang memiliki karakter dan core bisnis yang berbeda.

Bahkan KIW bakal semakin gencar berupaya menarik sejumlah investor, sekaligus untuk mendukung program pemerintah meningkatkan investasi di Indonesia dengan menarik investor masuk ke Kawasan Industri Terpadu Batang.

Rencana pemerintah yang disampaikan melalui Menteri BUMN, Erick Thohir beberapa waktu lalu akan memfokuskan dan berkosentrai pada pembangunan Kawasan Industri baik di Batang maupun Subang-Majalengka .

Dengan adanya pengembangan dua kawasan industri itu, pemerintah akan memprioritaskan pemindahan investasi dari luar negeri dengan dua tujuan industri high technology dan memperbaiki rantai pasok (supply chain).

Menurut Fauzie, didesain fungsi kawasan industri terpadu Batang dan Subang untuk diprioritaskan mengantisipasi dan responsif pemindahan investasi dari luar negeri terutama untuk high technology dan memperbaiki supply chain.

“Dengan upaya itu, KIW sebagai anggota konsorsium bersama PT PP, PTPN 9 dan Pemerintah Kabupaten Batang, yang akan mengelola Kawasan Industri Terpadu Batang siap mendukung rencana tersebut,” tutur Fauzie.

Pertimbangan ini, tutur Fauzie, sangat tepat mengingat di masa pandemi Covid-19 telah mengajarkan Indonesia memiliki dua kekuatan besar terdiri market dan sumber daya alam. Namun, di sisi lain logistik dan inovasi juga harus diperkuat karena sekaligus terhubung dengan supply chain dan ke depan harus mengurangi impor.

“Apalagi Indonesia harus merebut pasar dan harus berani bersaing dengan Vietnam untuk menarik para investor. Strateginya, harus mampu menekan biaya logistik yang diperlukan investor dibanding dengan Vietnam yang relatif lebih tinggi,” ujarnya.

Sebagai gambaran, menurut Fauzie, Vietnam disebutnya memiliki banyak perjanjian dagang. Saat ini Vitenam mengantongi 15 perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA), sehingga biaya ekspornya lebih efisien dan penetrasi pasarnya pun terbilang mudah dibanding Indonesia.

Selain itu, biaya logistik yang diperlukan investor relatif cukup tinggi. Rantai pasok (supply chain) manufaktur di dalam negeri terbatas, sehingga investor yang berkecimpung di industri manufaktur harus impor.

Belum lagi terdapat pembatasan impor bahan baku. Bahkan duambah lagi rumitnya perizinan dan registrasi produk masih menjadi kendala yang cukup menghambat. Sementara itu, negara-negara tetangga ternyata menawarkan waktu dua bulan untuk mengurus perpindahan izin hingga hal seperti inilah yang perlu dipangkas dengan harapan investor lebih tertarik dan berminat.

Fauzie menuturkan, fokus kawasan industri pada high-tech industry dan memperbaiki supply chain sangat sejalan dengan cita-cita untuk membangun sebuah kawasan industri yang memiliki nilai tambah tinggi (high value added). Pertumbuhan kawasan industri ke depan harus dapat memfasilitasi industri manufaktur di Indonesia, agar mampu menghasilkan produk barang yang berkualitas dan memenuhi standar internasional sekaligus mampu bersaing di pasar global.

“KIT Batang mengusung tema The Smart and Sustainable Industrial Estate siap melaksanakan dua fokus yang diarahkan oleh pemerintah high-tech industry dan supply chain,” ujar Fauzie.

Tiga BUMN kini tengah menyiapkan matang, sebagai upaya menindaklanjuti keinginan Presiden Joko Widodo agar dapat menarik investasi dari 119 perusahaan China yang akan merelokasi pabriknya di Indonesia.

Ketiga perusahaan BUMN itu terdiri PT Kawasan Industri Wijayakusuma  (KIW), PT Pembangunan Perumahan (PP), dan PT Perkebunan Negara (PTPN) IX. Kolaborasi untuk pembentukan konsorsium akan dipercepat.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *