DPRD Jateng Dorong Pemerintah Prioritaskan Perlindungan Kepada Peternak Lokal

SEMARANG[Berlianmedia] – Seruan keresahan menggema di Boyolali, di mana para peternak dan pengepul susu sapi bersatu dalam aksi protes terhadap kebijakan pembatasan kuota oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Kebijakan ini dianggap mengancam mata pencaharian mereka yang bergantung pada hasil susu sapi sebagai sumber penghidupan utama.

Dengan membawa suara kegelisahan yang mewakili ribuan keluarga, mereka menuntut keadilan dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan usaha peternakan lokal. Protes ini menjadi cerminan perjuangan para peternak untuk melindungi hak mereka dalam menghadapi tantangan industri yang semakin kompleks.”

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Mohammad Saleh menuturkan untuk membantu peternak dan pengepul susu sapi Boyolali bangkit dari dampak kebijakan pembatasan kuota, pemerintah perlu memprioritaskan perlindungan kepada peternak lokal.

Kebijakan impor susu harus dievaluasi agar tidak melemahkan pasar lokal, dan solusi jangka pendek dapat meliputi penyediaan fasilitas penyimpanan dan pengolahan susu bagi peternak. Selain itu, pemerintah harus mendorong dialog antara Industri Pengolahan Susu (IPS) dan peternak guna menciptakan kebijakan yang adil dan mendukung keberlanjutan usaha mereka​​,” ujar Mohammad Soleh pada acara Prime Topic yang dikemas dalam Dialog Bersama Parlemen Jawa Tengah yang berlangsung di Soul Cafe jalan Durian Selatan, Banyumanik Kota Semarang, Jumat (22/11).

Dialog yang mengusung tema ‘Menggairahkan Kembali Peternak Susu’ dipandu oleh moderator Dendi Ganda, selain menghadirkan nara sumber Wakil Ketua DPRD Jateng Mohammad Saleh, hadir juga Plt Kadismakkeswan Jateng Ignasius Hariyanta Nugraha, Kepala Bidang Industri Agro, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Ikwan Joko Istanto Sp Msi, Direktur Cimory Dairyland Kabupaten Semarang Agus Purwoko Jati dan Pembina & Peternak UD Pramono Kabupaten Boyolali Pramono.

Selain perlindungan bagi peternak lokal, Mohammad Saleh menekankan pentingnya transparansi dari pihak Industri Pengolahan Susu (IPS) terkait alasan pembatasan kuota. Jika benar alasan teknis seperti perawatan mesin yang menjadi faktor utama, pemerintah perlu memastikan IPS memiliki rencana cadangan untuk tetap menyerap produksi susu dari peternak. Hal ini untuk mencegah kerugian lebih besar yang dialami peternak.

Lebih lanjut, ia menyarankan pengembangan alternatif pasar lokal maupun ekspor bagi produk susu segar. Upaya diversifikasi ini akan membuka peluang baru bagi peternak sekaligus meningkatkan ketahanan ekonomi sektor peternakan Boyolali.

Sementara itu Kabid Industri Agro, Disperindag Provinsi Jawa Tengah Ikhwan Joko Istarto, SP, MSi
menyoroti ketimpangan besar dalam penyerapan susu lokal. Dari total pasokan, hanya sekitar 15.000 liter dari 23.000 liter yang berhasil diserap industri. Ia mencatat bahwa serapan susu lokal hanya mencapai sekitar 20%, sedangkan 80% lainnya berasal dari impor. Situasi ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih mendukung peternak lokal agar mereka mampu bersaing dengan produk impor dan meningkatkan daya serap industri terhadap produksi dalam negeri.

Ikhwan juga menekankan perlunya sinergi antara pemerintah dan industri untuk memperbaiki struktur pasar susu lokal. Menurutnya, jika kebijakan impor terus mendominasi tanpa regulasi yang ketat, para peternak lokal akan semakin terpuruk. Ia menyarankan penguatan regulasi kuota impor dan kebijakan subsidi bagi peternak, sehingga produksi susu dalam negeri bisa lebih kompetitif dan berdaya saing.

Selain itu, Ikhwan mendorong peningkatan fasilitas pengolahan susu di tingkat daerah. Dengan mendirikan pabrik-pabrik pengolahan skala kecil di sentra produksi seperti Boyolali, peternak dapat mengolah susu secara mandiri menjadi produk turunan bernilai tinggi. Hal ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada Industri Pengolahan Susu besar, tetapi juga membuka peluang pasar baru di dalam negeri dan internasional.

Pada kesempatan sama Kepala Dinas Tenaga Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Ignatius Haryanta Nugraha menyoroti tantangan besar yang dihadapi peternak akibat kebijakan pembatasan pasokan dari perusahaan pengolah susu. Akibatnya, ribuan liter susu segar dari peternak lokal tidak terserap, menciptakan situasi yang sulit bagi mereka.

Haryanta menegaskan pentingnya kebijakan yang berpihak pada peternak lokal untuk memastikan keberlanjutan industri susu di daerah tersebut. Hal ini juga menjadi panggilan bagi semua pihak terkait untuk bersama-sama mencari solusi agar hasil produksi peternak tidak terbuang sia-sia dan kesejahteraan mereka dapat terjamin.

Selain itu, Ignasius Hariyanta Nugraha juga menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, peternak, dan perusahaan pengolah susu untuk menciptakan sistem distribusi yang lebih berkeadilan. Kebijakan pembatasan pasokan susu sapi dari peternak lokal harus dievaluasi agar tidak hanya menguntungkan pihak industri besar, tetapi juga memberikan ruang bagi peternak kecil untuk tetap berkontribusi dan mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil kerja keras mereka.

Upaya lain yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan standar produksi susu lokal agar dapat bersaing di pasar. Pemerintah diharapkan dapat memberikan pendampingan serta pelatihan bagi para peternak, sehingga produksi susu segar memenuhi kriteria yang diinginkan oleh perusahaan pengolah. Dengan begitu, selain mengatasi permasalahan penyerapan, industri susu di Jawa Tengah juga akan menjadi lebih kuat dan berkelanjutan,” ujarnya.

Hal senada Direktur Cimory Dairyland Kabupaten Semarang, Agus Purwoko Jati, menyoroti bahwa salah satu kendala utama dalam penyerapan susu peternak lokal oleh industri adalah kualitas produk yang belum memenuhi standar internasional. Menurutnya, beberapa produk susu lokal masih mengandung bahan tertentu yang tidak sesuai dengan standar keamanan pangan (food safety), sehingga dianggap tidak layak dikonsumsi secara luas.

Ia menekankan bahwa perbaikan kualitas dan penerapan standar produksi yang lebih ketat harus menjadi prioritas bagi peternak, agar mereka dapat bersaing dengan produk impor di pasar domestik maupun global.

Agus Purwoko Jati juga mengusulkan perlunya pelatihan dan pendampingan teknis bagi peternak lokal dalam meningkatkan kualitas produksi susu. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan peternak bisa menciptakan standar produksi yang lebih baik dan memastikan proses pemerahan, penyimpanan, serta distribusi sesuai dengan standar keamanan pangan internasional. Dengan langkah ini, diharapkan susu lokal tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga memiliki potensi untuk diekspor, sehingga memberikan keuntungan jangka panjang bagi peternak di Kabupaten Semarang dan sekitarnya.

Pramono, pembina dan peternak UD Pramono Kabupaten Boyolali, mengungkapkan bahwa Industri Pengolahan Susu (IPS) hanya menyerap sekitar 110.000 liter susu per hari, sementara produksi mencapai 140.000 liter. Akibatnya, sekitar 30.000 liter susu per hari tidak terserap, menyebabkan kerugian besar bagi peternak.

Ia menekankan bahwa peternak perlu meningkatkan nilai tambah produk susu, tidak hanya bergantung pada harga jual susu mentah yang rendah. Diversifikasi produk, seperti pengolahan susu menjadi keju atau yogurt, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keuntungan secara signifikan.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *