Rokok dan Kebiasaan Hidup Masyarakat serta Dampak Negatifnya

SEMARANG[Berlianmedia] –  Rokok sudah lama menjadi bagian dari kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Dari warung kopi di sudut desa hingga ruang istirahat kantor di perkotaan, asap rokok seakan menjadi pemandangan yang lumrah. Bahkan, dalam sejumlah tradisi lokal, merokok dianggap sebagai simbol keakraban atau pergaulan. Namun di balik kebiasaan itu, tersimpan bahaya besar yang mengancam kesehatan, ekonomi, hingga kualitas generasi bangsa.

Dari perspektif agama, jelas bahwa rokok tidak bisa dipandang remeh. Al-Qur’an mengingatkan: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah: 195). Merokok terbukti membahayakan tubuh, sementara Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga kesehatan. Demikian pula, dalam QS. Al-A’raf ayat 157 Allah menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ mengharamkan segala yang buruk (khabaaits). Rokok, yang mengandung lebih dari 70 zat kimia penyebab kanker, tentu masuk kategori tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2009 mengeluarkan fatwa bahwa merokok hukumnya haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan di tempat umum. Muhammadiyah bahkan lebih tegas lagi: pada tahun 2010, fatwanya menyatakan rokok haram secara mutlak. Pertimbangannya sederhana, rokok membahayakan jiwa, merugikan orang lain, dan mengandung unsur tabdzir atau pemborosan.

Dari sisi kesehatan, data WHO mencatat lebih dari tujuh juta orang meninggal setiap tahun akibat rokok. Penyakit jantung, kanker paru-paru, stroke, hingga gangguan kehamilan menjadi konsekuensi nyata dari kebiasaan merokok. Bahkan orang yang tidak merokok, yakni perokok pasif, turut menjadi korban paparan asap rokok yang mematikan.

Dampak ekonomi rokok juga tidak kalah serius. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, rumah tangga miskin mengalokasikan sekitar 12 persen pengeluarannya untuk rokok, sementara hanya tiga persen untuk pendidikan anak. Lebih ironis lagi, kerugian ekonomi akibat rokok di Indonesia diperkirakan mencapai 288 triliun rupiah per tahun. Angka ini jelas menunjukkan betapa kebiasaan merokok tidak hanya membahayakan individu, tetapi juga menghambat pembangunan bangsa.

Dari sudut pandang sosial, rokok menciptakan ironi tersendiri. Di satu sisi, dianggap bagian dari gaya hidup dan solidaritas pergaulan. Namun di sisi lain, rokok merusak kualitas hidup masyarakat, memperlebar jurang kemiskinan, dan mengorbankan generasi penerus. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan asupan gizi dan pendidikan yang layak justru kehilangan haknya karena uang habis untuk membeli rokok.

Sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa merokok bukan sekadar pilihan pribadi, melainkan persoalan moral, kesehatan, dan sosial. Mengurangi, bahkan meninggalkan rokok, adalah langkah nyata untuk melindungi diri, keluarga, dan bangsa. Menjadikan hidup lebih sehat, hemat, dan produktif jauh lebih mulia daripada membiarkan diri terjebak dalam asap yang membinasakan. Oleh : Dr H KRT AM Juma’i, SE. MM

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *