Cermin Hati Dan Lidah Bijak
SEMARANG [Berlianmedia] – Manusia tidak akan tahu rupa wajahnya tanpa cermin, begitu pula ia tidak akan tahu letak salah dan khilafnya tanpa nasihat. Lidah yang kecil dan ringan sesungguhnya menyimpan kekuatan besar: ia dapat mengangkat manusia ke derajat mulia dengan ucapan baik, atau menjatuhkannya ke lembah hina karena kata yang tercela.
Hidup manusia ibarat perjalanan panjang yang penuh dengan persinggahan. Setiap persinggahan membutuhkan penunjuk jalan, dan setiap langkah butuh bimbingan. Tanpa cermin, seseorang tidak akan pernah tahu seperti apa parasnya. Begitu pula tanpa nasihat, manusia tidak akan mampu menyadari di mana letak kesalahannya. Allah ﷻ telah memberikan manusia akal, hati, dan lidah sebagai amanah. Namun justru lidahlah yang sering menjadi ujian terberat.
Lidah kecil dan ringan, tetapi ia mampu meninggikan derajat seseorang hingga ke surga, atau sebaliknya meruntuhkan kehormatan hingga terjerumus ke neraka. Rasulullah ﷺ pernah mengingatkan tentang bahayanya lisan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi disebutkan:
«هَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ»
“Bukankah manusia itu banyak yang diseret ke dalam neraka karena buah (ucapan) lidah mereka?” (HR. at-Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa kata-kata yang kita ucapkan bukan sekadar bunyi yang keluar dari rongga mulut, tetapi ia adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Sebuah kalimat bisa menumbuhkan semangat, bisa menguatkan hati yang rapuh, bahkan bisa menjadi amal jariyah. Namun di sisi lain, sebuah kata yang sembrono bisa melukai jiwa, menghancurkan persaudaraan, bahkan menghapus pahala kebaikan.
Al-Qur’an berulang kali menekankan pentingnya menjaga ucapan. Allah ﷻ berfirman dalam Surah Qaf ayat 18:
﴿مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾
“Tiada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)
Ayat ini menjadi pengingat keras bahwa setiap huruf yang keluar dari lisan kita tidak pernah hilang begitu saja. Ia terekam dalam catatan amal, dan kelak akan menjadi saksi di hadapan Allah ﷻ. Betapa besar tanggung jawab ini, sehingga Rasulullah ﷺ mengajarkan doa agar lidah selalu terjaga. Dalam doa beliau:
«اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَقْوَالِ وَأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ»
“Ya Allah, tunjukilah aku kepada ucapan yang terbaik dan amal yang terbaik, karena tidak ada yang dapat menunjuki kepada yang terbaik kecuali Engkau.” (HR. an-Nasa’i)
Nasihat ibarat cermin yang menyingkap kekurangan diri. Orang yang menolak nasihat bagaikan seseorang yang enggan bercermin karena takut melihat noda di wajahnya. Padahal justru dengan nasihat itulah ia bisa memperbaiki diri. Allah ﷻ berfirman dalam Surah al-A’la ayat 9:
﴿فَذَكِّرْ إِن نَّفَعَتِ الذِّكْرَى﴾
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat.” (QS. al-A’la: 9)
Sungguh, manusia membutuhkan orang-orang yang berani mengingatkan dengan kasih sayang. Sebab dalam nasihat terdapat keberkahan. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang agama, beliau menjawab:
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»
“Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)
Betapa pentingnya nasihat, hingga ia menjadi inti dari agama. Nasihat yang ikhlas laksana cahaya yang menyingkap gelap. Ia tidak menjatuhkan, tetapi mengangkat. Ia tidak menghakimi, tetapi menuntun.
Lidah yang bijak adalah lidah yang basah dengan zikir, yang terbiasa mengucapkan kata-kata baik, dan yang selalu berhati-hati dari ucapan sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Ucapan baik tidak harus selalu panjang. Kadang ia sederhana, singkat, namun sarat makna. Ucapan salam, doa, atau sekadar kata “terima kasih” dapat meninggalkan kesan mendalam di hati orang lain.
Sebaliknya, lidah yang tak terkendali bisa melahirkan fitnah, ghibah, caci maki, atau kebohongan. Semua itu ibarat api kecil yang jika dibiarkan akan membakar luas. Allah ﷻ memperingatkan dalam Surah an-Nur ayat 15 tentang bahaya ucapan tanpa ilmu:
﴿وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمٌ﴾
“Kalian menganggapnya remeh, padahal di sisi Allah itu besar (dosanya).” (QS. an-Nur: 15)
Manusia sering meremehkan kata-kata, menganggapnya sekadar gurauan atau lelucon. Padahal bisa jadi gurauan itu menyakiti, atau lelucon itu mengandung kebohongan. Karenanya, menjaga lisan sama pentingnya dengan menjaga hati dan amal perbuatan.
Cermin dan nasihat menjadi teman sejati bagi orang beriman. Mereka yang terbuka dengan nasihat tidak akan mudah jatuh dalam kesalahan yang sama. Sedangkan mereka yang pandai menjaga lisan akan selamat dari banyak keburukan. Dua hal ini cermin berupa nasihat dan lidah yang terjaga adalah kunci keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ»
“Kebanyakan kesalahan anak Adam terletak pada lisannya.” (HR. ath-Thabrani)
Hadis ini kembali mengingatkan bahwa lisan adalah sumber utama banyaknya dosa. Maka jalan selamat adalah berhati-hati dalam berbicara, selalu menimbang sebelum mengucapkan, dan lebih banyak diam jika tidak ada kebaikan dalam kata-kata.
Akhirnya, setiap dari kita hendaknya menjadikan nasihat sebagai sahabat dan menjadikan lidah sebagai amanah. Kita bercermin bukan untuk membanggakan wajah, tetapi untuk memperbaiki kekurangan. Kita berbicara bukan untuk memamerkan kata, tetapi untuk menebarkan manfaat. Semoga Allah ﷻ menjadikan lisan kita senantiasa basah dengan zikir, dan hati kita selalu lapang menerima nasihat.








