Publik Menilai Gibran Makin Solid di Tahun Pertama

SEMARANG [Berlianmedia] – Hasil survei terbaru RPI menunjukkan mayoritas publik merasa puas terhadap kinerja Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka selama satu tahun masa jabatannya. Survei yang dirilis pekan ini merekam persepsi publik terhadap efektivitas kebijakan, gaya kepemimpinan, dan kemampuan komunikasi politik Gibran di tengah dinamika politik nasional yang terus bergerak cepat.

Dari survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden di 38 provinsi, 72,3 persen menyatakan puas terhadap kinerja Gibran, sementara 18,6 persen menjawab tidak puas, dan sisanya tidak memberikan pendapat. Angka ini menunjukkan tren positif bagi Gibran, yang pada awal masa jabatannya sempat diragukan karena faktor usia dan pengalamannya yang relatif muda di panggung politik nasional.

Kepuasan publik itu terutama disebabkan oleh gaya kerja Gibran yang dinilai efisien, lugas, dan cepat merespons isu publik. Dalam setahun terakhir, Gibran sering tampil langsung di lapangan, baik saat meninjau proyek infrastruktur, menghadiri forum UMKM, maupun merespons bencana alam. Bagi sebagian masyarakat, figur Gibran mewakili generasi baru kepemimpinan yang enerjik dan praktis.

Namun, survei juga menemukan catatan kritis. Sebanyak 46,7 persen responden menilai Gibran masih perlu memperkuat komunikasi politik dengan elite dan masyarakat sipil agar kebijakan pemerintah lebih dapat diterima secara luas. Sementara 38,9 persen menilai Gibran kerap terlalu spontan dalam memberikan pernyataan publik, yang kadang menimbulkan interpretasi berbeda di kalangan elite politik dan media.

Peneliti RPI, Rahman Hidayat, menyebut bahwa hasil survei ini menggambarkan konsolidasi politik Gibran yang relatif cepat. “Dalam satu tahun, Gibran berhasil menembus persepsi skeptis publik yang awalnya melihatnya hanya sebagai perpanjangan tangan Jokowi. Kini, sebagian besar masyarakat menilai dia sebagai figur yang memiliki karakter dan gaya kepemimpinan sendiri,” ujar Rahman.

Rahman juga menilai, gaya kepemimpinan Gibran yang cenderung spontan dan informal justru menjadi nilai tambah di kalangan generasi muda. “Gibran mampu mengubah bahasa birokrasi yang kaku menjadi lebih ringan dan mudah dicerna. Ia tampak memahami bagaimana berkomunikasi dengan publik digital yang haus akan kecepatan dan kejelasan,” tambahnya.

Namun demikian, tantangan Gibran ke depan tidak kecil. RPI menyoroti bahwa tingkat kepuasan yang tinggi tidak otomatis menjamin keberlanjutan dukungan politik. Publik kini menunggu implementasi nyata dari sejumlah janji kampanye, seperti pemberdayaan ekonomi daerah, percepatan digitalisasi pendidikan, dan kebijakan ramah anak muda di sektor industri kreatif.

Sejumlah analis politik menilai Gibran berada di persimpangan antara ekspektasi publik yang besar dan realitas birokrasi yang kompleks. Ia harus menavigasi berbagai kepentingan, mulai dari koalisi pemerintahan, partai politik pendukung, hingga tekanan publik yang kian kritis terhadap pejabat muda.

“Popularitas bukan segalanya. Konsistensi dan keberlanjutan kebijakan akan menentukan apakah Gibran mampu bertahan sebagai figur politik yang kredibel dan berpengaruh di masa depan,” kata pengamat politik Universitas Airlangga, Siti Komalasari.

Dalam konteks komunikasi politik, Gibran juga ditantang untuk memperluas jejaring di luar lingkaran media sosial. “Masyarakat akar rumput masih menilai kinerja melalui kehadiran nyata di lapangan, bukan sekadar viralitas,” kata Siti.

Meski demikian, publik tampak masih memberi ruang luas bagi Gibran untuk tumbuh. Citra sebagai pemimpin muda, responsif, dan berani mengambil risiko menjadi kombinasi langka di tengah kepemimpinan politik yang kerap stagnan. Dalam satu tahun perjalanannya di Istana, Gibran setidaknya telah menunjukkan bahwa usia muda bukan alasan untuk meragukan kapasitas politik.

Survei RPI mungkin hanya potret sesaat, tetapi cukup menggambarkan bahwa gelombang kepercayaan terhadap Gibran belum surut. Justru, di tengah ketidakpastian politik nasional, kehadirannya menjadi semacam simbol bahwa regenerasi kepemimpinan mulai menemukan bentuknya.

Kini, pertanyaan yang tersisa bukan lagi apakah Gibran mampu, tetapi sejauh mana ia bisa menjaga konsistensi di tengah badai ekspektasi publik yang terus meninggi.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *