Diduga Langgar Prosedur Perma 3/2016 dalam Pencairan Konsinyasi Lahan Tol Bawen–Yogya, Hakim PN Ungaran Resmi Dilaporkan ke PKY
SEMARANG [Berlianmedia]– Diduga melanggar Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2016, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ungaran dilaporkan secara resmi, ke Penghubung Komisi Yudisial (PKY) Jawa Tengah oleh kantor hukum Alexander Associates, Senin (17/11).
Laporan itu dilakukan, karena PN Ungaran dinilai telah bertindak di luar kewenangannya, dengan tetap mengeluarkan penetapan pencairan dana konsinyasi pembebasan lahan Proyek Tol Bawen–Yogyakarta, meskipun perkara keberatan warga Perumahan Bawen City Land (BCL) berstatus Niet Ontvankelijk Verklaard (NO).
Dikatakan Alexander, laporan itu menyoroti potensi pelanggaran etik, maladministrasi serta penggunaan dasar hukum, yang dianggap keliru dalam pencairan konsinyasi.
Sebab, tindakan Pengadilan Negeri Ungaran mencairkan konsinyasi setelah putusan NO sangat janggal.
“NO itu bukan putusan yang menyelesaikan sengketa. Tidak ada pemeriksaan materiil. Tidak ada pihak yang dimenangkan. Karena itu, NO tidak dapat dijadikan dasar tindakan administratif seperti pencairan konsinyasi,” tegasnya.
Ia menambahkan, Pasal 23 Perma No. 3 Tahun 2016 secara eksplisit mensyaratkan adanya putusan berkekuatan hukum tetap, yang bersifat menghukum atau akta perdamaian, bukan putusan formal seperti NO. Apalagi pencairan dilakukan tanpa memperhatikan fakta, bahwa objek fasum/fasos masih dalam sengketa.

“Kalau Perma mengatur begitu jelas, mengapa pengadilan malah memakai jalur permohonan penetapan yang secara normatif tidak diperkenankan? Ini yang kami nilai sebagai tindakan yang berpotensi melampaui kewenangan,” kata Alexander.
Periksa Dugaan Penyimpangan
Koordinator KY Wilayah Jawa Tengah, M. Farhan juga menegaskan, bahwa pihaknya akan memeriksa secara menyeluruh dugaan penyimpangan prosedur oleh PN Ungaran.
“Kalau ada dugaan hakim bertindak di luar prosedur, tidak cermat atau mengambil langkah yang berpotensi merugikan para pencari keadilan, itu wilayah KY dan pasti akan kami telusuri,” ujarnya di kantornya Jalan Pamularsih, Kota Semarang usai menerima laporan.
Farhan juga menekankan, bahwa laporan semacam ini tidak bisa dianggap ringan, terutama karena menyangkut keputusan yang menyentuh hak dasar warga.
“Kami akan verifikasi setiap data. Jika ada indikasi, bahwa penetapan pencairan dibuat tanpa dasar hukum yang kuat atau ada keberpihakan, pemeriksaan etik akan berjalan. Tidak ada alasan bagi kami untuk menunda,” tandasnya.
Disinggung soal PN Ungaran yang berdalih bahwa putusan NO telah inkracht dan dapat menjadi dasar pencairan, Farhan mengisyaratkan adanya persoalan serius.
“NO itu putusan formal. Kalau dipakai sebagai dasar tindakan substantif seperti pencairan dana, wajar jika masyarakat mempertanyakan logika hukumnya. Ini yang akan kami cermati,” ungkap Farhan.
Selain itu, lanjutnya, PKY Jateng juga membuka ruang bagi warga, untuk menyampaikan bukti tambahan, termasuk jika ada indikasi komunikasi tidak patut antara pihak tertentu dan pengadilan.
“Kalau ada data pendukung, seperti rekaman, komunikasi, pertemuan, atau apa pun, yang mengarah pada dugaan penyimpangan, silakan disampaikan. Itu sangat menentukan dalam analisis KY,” kata Farhan kembali menegaskan komitmennya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PN Ungaran melalui juru bicara Raden Anggara Kurniawan, SH MH, menyatakan, bahwa pencairan dilakukan karena putusan telah berstatus BHT (Berkekuatan Hukum Tetap) per 4 November 2025 dan tidak ada keberatan lanjutan.
Menurutnya, permohonan pencairan masuk tanggal 7 November 2025 dan sidang digelar 12 November karena “tidak ada gugatan masuk” dalam rentang waktu tersebut.
Namun bagi kuasa hukum warga, justru di titik inilah dugaan maladministrasi mengemuka, sebab pengadilan tidak boleh memakai argumentasi administratif, untuk menafikan ketentuan normatif Perma 3/2016, apalagi ketika objek masih dipersengketakan.








