Di Balik Kios yang Dibongkar Paksa: Fifi Menuntut Keadilan atas Pembongkaran Sepihak di Pasujudan Sunan Bonang

REMBANG [Berlianmedia]– Lebih dari sebulan sejak kios milik Fifi Hikmatul dibongkar paksa, tanpa pemberitahuan Pemilik di kawasan Pasujudan Sunan Bonang, tak ada satu pun solusi diberikan oleh pihak yayasan.

Barang dagangan, peralatan usaha, hingga meteran PLN miliknya, dirusak dan dikeluarkan begitu saja. Hingga kini, Fifi tetap tidak memperoleh kejelasan soal ganti rugi maupun relokasi kios.

Fifi juga mengaku, bahwa mengetahui kiosnya dibongkar paksa malah bukan dari pihak yayasan, melainkan dari salah stu warga yang menemuinya di jalan.

“Saya kaget. Saya tidak diberi tahu apa-apa. Semua barang saya sudah dilempar ke luar, bahkan meteran listrik juga dirusak,” ujarnya, Senin (17/11).

Kejanggalan semakin menguat, ketika tim menemukan Surat Perintah 1 (SP1) yang dipakai sebagai dasar eksekusi telah di-tipX (zat cair penutup tulisan ketikan)

Ketua Harian Yayasan sekaligus PJ Kepala Desa, Mas Odi menegaskan, bahwa dokumen yang ia tanda tangani masih bersih dan tidak dalam kondisi seperti diterima Fifi.

Bukti Surat Peringatan dari Yayasan yang dipakai dasar eksekusi, tampak adanya Tip Ex, yang dianggap cacat atau maladministrasi. Foto : Dok Ist

“Surat yang saya tanda tangani tidak ada Tip-Ex. Saya juga tidak pernah diberi arsipnya,” ungkapnya kepada Wartawan.

Mas Odi menambahkan, bahwa pembongkaran tersebut ternyata juga telah melanggar kesepakatan rapat, yaitu harus ada komunikasi dengan pemilik, wajib ada ganti rugi dan tidak perlu melibatkan aparat.

“Tiga poin itu jelas. Tapi semua tidak dijalankan di lapangan,” tandasnya.

Begitu pula pernyataan yang disampaikan Ketua Yayasan Pasujudan Sunan Bonang, Gus Nashih, juga mengungkapkan hal yang sama.

“Saya hanya disodori surat dan diminta tanda tangan. Saya kaget ketika tahu pembongkaran sudah dilakukan,” ujarnya.

Selain itu, beberapa pengurus yayasan mengakui, bahwa SP1 tersebut memang telah diubah dan baru diserahkan kepada keluarga Fifi setelah kejadian.

Deretan fakta ini memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang dalam proses pembongkaran. Selain merusak barang pribadi, tindakan tersebut juga memutus mata pencaharian Fifi dan keluarga secara paksa.

Fifi berharap, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak tinggal diam dalam menangani kejadian yang menjurus ke tindak pidana tersebut.

“Saya hanya ingin hak saya dipulihkan. Jangan sampai ada pihak yang merasa kebal hukum,” tegasnya.

Kasus ini menegaskan perlunya pengawasan ketat, terhadap pengelolaan kawasan wisata berbasis yayasan. Tindakan sepihak, manipulasi dokumen dan pembongkaran tanpa prosedur tidak boleh dianggap biasa. Negara wajib hadir, memastikan keadilan benar-benar berpihak kepada warga kecil yang haknya dilanggar.

 

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *