Batik Ciprat Karya Barokah Wonogiri, Berdayakan Difabel Agar Mandiri

WONOGIRI[Berlianmedia] – Pucung merupakan salah satu desa di Kecamatan Kismantoro Kabupaten Wonogiri yang lokasinya berada di ujung selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.

Di desa itu terdapat lebih dari 60 warga penyandang disabilitas.

Kepala Desa Pucung Kateno mengatakan, Pemerintah Desa Pucung sejak 2018 berinisiatif menggunakan dana desa untuk memberdayakan warga penyandang disabilitas. Ide awal kegiatan pemberdayaan disabilitas diawali dengan pemikiran bahwa memiliki keterbatasan tidak selayaknya membuat para penyandang disabilitas di Desa Pucung berhenti bekerja dan berkreasi.

Pemerintah setempat berupaya untuk memandirikan mereka agar tidak ketergantungan pada bantuan orang lain.

“Batik Ciprat lantas dipilih menjadi sarana pengembangan kreativitas para disabilitas dengan beberapa pertimbangan antara lain pembuatannya mudah dilakukan oleh penyandang disabilitas, hasil motifnya unik dan jarang ditemui di pasaran, serta bahan baku yang mudah didapatkan,” ujarnya, Selasa (7/3).

Kateno menuturkan  perjalanan inovasi batik ciprat karya barokah dimulai pada Agustus 2018. Pemerintah Desa Pucung dengan fasilitas dana desa, mengadakan pelatihan batik ciprat bagi enam orang penyandang disabilitas yang produktif.

Pada waktu itu, pelatihan dibina oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini Temanggung dengan diawali membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Sheltered Workshop Peduli (SWP) Karya Barokah.

Pada 2020, jumlah binaan bertambah menjadi 23 orang penyandang disabilitas. Pada tahun itu juga, KSM Karya Barokah mendapat perhatian dan pelatihan dari Bappeda Provinsi Jawa Tengah yaitu pembuatan batik eco-print.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Wonogiri turut memberikan pelatihan pembuatan batik tulis. Pemerintah Desa Pucung juga menjadi satu dari 14 Desa Inklusif se-Indonesia dan diberikan bimbingan teknis oleh Kementerian Desa dan PDTT RI.

Kateno menambahkan, Inovasi Batik Ciprat Karya Barokah bertujuan untuk memberikan hak yang sama sebagai warga penyandang disabilitas, mengangkat derajat penyandang disabilitas, serta memberi dampak dalam bidang sosial dan ekonomi.

“Di bidang sosial dampak yang dirasakan dengan adanya pemberdayaan penyandang disabilitas melalui Batik Ciprat Karya Barokah, cara pandang masyarakat terhadap keluarga mereka sudah berbeda. Selain itu secara mental, para disabilitas sudah tidak minder lagi. Sedangkan dalam bidang ekonomi, diharapkan dengan adanya Batik Ciprat Karya Barokah ini bisa memandirikan penyandang disabilitas secara ekonomi, pendapatan dari membatik dapat membantu mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari,” tutur Kateno.

Kini, lanjutnya, para difabel yang menjadi pengrajin aktif sebanyak delapan orang. Mereka membuat batik ciprat hampir setiap hari, kecuali Minggu dan hari libur tertentu. Biasanya mereka mulai pukul 09.00 WIB hingga 15.00 WIB. Sedangkan lokasinya dipusatkan di belakang Balai Desa Pucung, sehingga jika ada kunjungan bisa langsung melihat kegiatannya.

Menurut Kateno, dalam satu bulan rata-rata para difabel bisa menghasilkan 100 lembar kain batik. Bahkan 2022, produksi Batik Ciprat Karya Barokah mencapai 2.200 lembar kain.

“Setiap kainnya dihargai mulai Rp130.000 – Rp160.0000, tergantung motif dan lama pengerjaannya. Penjualan batik ciprat kami rata-rata masih dijual di wilayah Jawa Tengah. Pernah beberapa kali mengirim ke luar provinsi. Biasanya yang memesan adalah piyayi Wonogiri yang merantau, yang ingin mengenakan kain batik Wonogiren,” ujarnya.

Kateno berharap, apa yang sudah dilakukan Pemerintah Desa Pucung dalam upaya pemberdayaan kaum disabilitas dapat menjadi inspirasi baik bagi pemerintah desa lain, instansi, organisasi, maupun masyarakat sebagai individu.

“Mengingat kaum disabilitas pun punya hak yang sama dengan kita, maka dari itu segala upaya yang kami lakukan semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan kaum yang semula termarjinalkan ini. Semoga apa yang kami lalukan menjadi inspirasi untuk semua pihak. Tidak semata-mata batik ciprat, tapi bisa melalui kegiatan pemberdayaan lainnya demi kesetaraan dan kesejahteraan masyarakat utamanya kaum disabilitas,” tuturnya.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *