Sepucuk Surat yang Menyentuh Istana Negara

SEMARANG [Berlianmedia] – Di tengah padatnya agenda kenegaraan, sebuah surat sederhana dari seorang siswa Sekolah Rakyat di Bandung Barat berhasil mengetuk hati Presiden Prabowo Subianto. Surat itu bukan sekadar ungkapan terima kasih, melainkan potret kecil dari mimpi besar: pendidikan yang menjangkau mereka yang sempat tersisih dari bangku sekolah.

Presiden Prabowo Subianto tampak berdiri di depan sebuah pintu kayu dengan setelan jas biru tua. Di tangannya, selembar kertas putih terlipat rapi. Pandangannya tertuju penuh perhatian pada setiap baris tulisan di atas kertas itu. Sekilas, ekspresi tenangnya menyimpan keharuan yang sulit disembunyikan.
(Sumber: Instagram @sekretariat.kabinet, 24 Oktober 2025)

Surat itu berasal dari seorang siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) II Bandung Barat bernama Muhammad Daffa Raasyid. Dalam tulisannya yang masih bergaya anak-anak, Daffa menuliskan rasa terima kasihnya kepada Presiden atas kesempatan bersekolah kembali lewat program Sekolah Rakyat inisiatif pemerintah untuk mengembalikan anak-anak putus sekolah ke ruang belajar.
(Sumber: tvonenews.com, 24 Oktober 2025)

“Terima kasih Bapak Prabowo karena Sekolah Rakyat ini sehingga saya dan teman-teman bisa kembali merasakan bangku sekolah. Sekolah ini yang akan merakit kami menjadi anak-anak yang kreatif, cerdas, dan memiliki jiwa kepemimpinan seperti Bapak,” tulis Daffa. “Mungkin sepuluh tahun ke depan kami akan menjadi orang yang sukses dan bisa membangun negara ini. Tunggu kami ya, Pak.”

Surat itu, dalam kesederhanaannya, berbicara lebih lantang daripada pidato resmi manapun. Sebab di balik kata-kata polos seorang anak, tersimpan keyakinan bahwa negara masih hadir — tidak hanya untuk mengatur, tetapi juga mengasuh.
(Sumber: Kompas.com, 24 Oktober 2025)

Sekolah Rakyat sendiri merupakan program pendidikan alternatif yang digagas pemerintah untuk menjangkau anak-anak yang terpinggirkan oleh sistem formal. Di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, program ini memadukan kurikulum dasar dengan pelatihan keterampilan hidup serta kepemimpinan sosial.
(Sumber: CNN Indonesia, 21 Oktober 2025)

Pemerintah menargetkan 10 ribu anak putus sekolah dapat kembali belajar melalui program ini hingga akhir tahun 2025. Presiden Prabowo beberapa kali menegaskan bahwa pendidikan bukan semata urusan akademik, tetapi soal martabat manusia dan masa depan bangsa. “Negara tidak boleh membiarkan satu pun anak tertinggal dari cahaya pengetahuan,” ucapnya dalam pidato peluncuran Sekolah Rakyat di Jakarta, Juli lalu.
(Sumber: Tempo.co, 3 Juli 2025)

Bagi Daffa dan teman-temannya, sekolah bukan sekadar ruang belajar, melainkan rumah harapan. Setiap pagi, mereka berjalan kaki melewati jalanan desa, membawa buku tulis yang sudah mulai lusuh, namun semangat mereka menyala. Guru-guru di sekolah itu pun datang dengan dedikasi tinggi, sebagian adalah relawan dan pensiunan guru yang percaya bahwa mengajar adalah bentuk ibadah sosial.
(Sumber: Detik.com, 19 Oktober 2025)

Ketika foto Presiden membaca surat itu diunggah oleh Sekretariat Kabinet, publik menyambutnya dengan beragam tanggapan. Ada yang tersentuh, ada yang bangga, ada pula yang melihatnya sebagai momen simbolik tentang kepemimpinan yang mendengar suara kecil rakyat. “Di tengah hingar bingar politik dan birokrasi, masih ada ruang empati di istana,” tulis seorang pengguna media sosial.
(Sumber: Liputan6.com, 24 Oktober 2025)

Tak berlebihan bila momen ini menjadi refleksi tentang makna kepemimpinan. Sebab sering kali, yang membuat seorang pemimpin besar bukanlah kekuasaannya, melainkan kepekaannya terhadap hal-hal kecil. Sebuah surat dari siswa kecil di Bandung Barat mungkin tak mengubah dunia, tapi bisa mengingatkan kita bahwa kebijakan yang baik selalu bermula dari hati yang mau mendengar.

Dalam suasana publik yang sering letih oleh narasi politik yang bising, kisah seperti ini menawarkan kesejukan. Ia menegaskan kembali bahwa hubungan antara rakyat dan pemimpinnya tidak melulu diukur oleh survei atau angka elektabilitas, melainkan oleh rasa saling percaya dan penghargaan.

Presiden Prabowo, yang dikenal tegas dalam banyak hal, terlihat lembut saat membaca surat Daffa. Seolah di ruang kerja yang sunyi itu, ia sedang berbincang bukan dengan seorang siswa, tetapi dengan masa depan bangsa yang sedang ia titipkan kepada generasi muda.

Kita mungkin jarang melihat pemimpin berhenti sejenak untuk mendengar suara sekecil itu. Namun dalam kepemimpinan yang sejati, setiap suara rakyat adalah pesan yang harus dibaca bukan karena formalitas, melainkan karena di sanalah letak makna keberpihakan.

Sepucuk surat itu kini menjadi simbol: bahwa komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya bisa sehangat surat tangan, bukan sekadar laporan resmi. Bahwa kebijakan terbaik lahir dari kedekatan emosional, bukan hanya hitungan angka.

Mungkin benar, seperti yang ditulis Daffa, sepuluh tahun lagi ia dan teman-temannya akan tumbuh menjadi generasi yang membangun negeri. Tapi hari ini, lewat sepucuk suratnya, Daffa sudah membangun sesuatu yang lebih berharga — jembatan batin antara istana dan rakyat.

Dan di situlah, barangkali, pendidikan menemukan makna sejatinya. (Sumber foto: inews.id)

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *