Sepiring Pempek
Catatan ringan, Pudjo R. Risan
SEMARANG[Berlianmedia] – Dari sepotong lumpia, kita “mencolot” ke makanan yang tidak kalah menarik dan banyak digemari oleh khalayak. Apa itu, dalam catatan ringan kali ini, diwakili Pempek. Makanan khas dan andalan dari Palembang. Walau terkenal dari Palembang, ternyata hampir semua daerah di Sumatra Selatan, Jambi dan Bengkulu juga memproduksinya.
Pempek adalah makanan olahan daging ikan yang digiling dengan tepung kanji. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah pempek atau cuko. Rasanya enak dan gurih. Ciri khas kuliner Palembang kebanyakan menggunakan ikan sebagai bahan utama.
Sejarah pempek bermula dari seorang pria keturunan Tionghoa yang biasa dipanggil Apek. Beliau hidup di masa pemeritahan Kesultanan Palembang Darussalam dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.
Bagaimana rasanya pempek ?
Rasa pempek yang lezat datang dari perpaduan berbagai rasa yang seimbang. Ada rasa gurih dari ikan yang telah diolah serta manis dan asam dari kuah cuko. Dari perpaduan rasa tersebut, pempek dapat disajikan di berbagai kesempatan karena cita rasanya yang cocok dengan lidah banyak orang.
Kenapa disebut pempek?
Menurut tradisi, nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari sebutan apek atau pek-pek, yaitu sebutan untuk paman atau lelaki tua Tionghoa.
Ada juga makanan ini di sebut pempek kapal selam. Kenapa disebut kapal selam? Disebut kapal selam karena berhubungan dengan salah satu proses memasak. Saat proses merebus, pempek ini jatuh ke dalam (air rebusan) bentuknya juga lebih besar. Pempek ini tenggelam, makanya disebut kapal selam.
Siapa yang pertama kali menemukan pempek? Pempek mulanya dibuat oleh orang asli Palembang. Tercatat pempek mulai dijajakan pada tahun 1916, oleh orang-orang keturunan China yang berjalan kaki menjual kelesan dari kampung ke kampung. Mereka banyak berjualan khususnya di kawasan keraton, sekarang di lokasi Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang.
Kenapa disebut pempek?
“Empek” adalah sebutan bagi orang China yang menjajakan kelesan. Pelanggan kelesan rata-rata anak muda. Mereka sering memanggil penjual kelesan dengan kalimat, “Pek, empek, mampir sini!’
Betapa kaya dan beragam makanan yang ada di Nusantara. Kita semakin paham keberagaman segala aspek dan dimensi menambah kuat kita sebagai bangsa. Untuk itulah wajib kita jaga. Kita rawat.
Termasuk merawat kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana mulai terasa agenda politik lima tahunan sudah mulai berproses. Maka pernyataan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, Selasa 16 Agustus 2022, menegaskan jangan ada lagi politik identitas dan politisasi agama. Kenapa Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan mewanti-wanti jangan ada lagi politik identitas dan politisasi agama? Apakah begitu mengkawatirkan politik identitas dan politisasi agama?
Kita sepakat bahwa politik identitas di Indonesia merupakan keniscayaan. Untuk itu, perlu langkah kreatif dan antisipatif untuk mencegah dampak negatifnya. Pluralisme di Indonesia merupakan kondisi normal, karena Indonesia pada dasarnya memiliki keragaman etnik, budaya, dan agama. Variabel ini bisa jadi kekuatan sekaligus potensi tetapi bisa juga sebagai kelemahan sekaligus ancaman.
Politik identitas, politisasi agama dan polarisasi politik masayrakat sangat tampak pada puncak keniscayaan, karena potensi ada peluang terbuka ketika Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017.
Ketiga variable masing – masing, identitas, agama dan polarisasi menjadi fokus untuk memenangkan kandidat. Potensi ada sejak 2014, ditambah Pilkada DKI Jakarta 2017 dan dilengkapi dengan Pilpres 2019. Muncul “perang terbuka”, petahana versus oposisi dan sangat familiar “cebong versus kampret”.
Bukan saja kepentingan politik yang dipertaruhkan melainkan juga kepentingan masyarakat luas, sebab politik identitas sebagai politik perbedaan merupakan tantangan tersendiri bagi tercapainya sistem demokratisasi yang mapan.
Era masa berdirinya negara sudah beda dengan masa sekarang dimana kran demokrasi dibuka lebar. Kita ingat pernyataan Presiden pertama, Sang Proklamator Bung Karno, yang paling dikenang adalah, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Maksud Soekarno lewat ucapan itu yakni mengingatkan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia setelah merdeka.
Salam dari Semarang, salam dari sepiring pempek. (002). (ag)