Pasca Gelombang Anarkis: Saatnya Reformasi Politik Jadi Prioritas Nasional

SEMARANG[Berlianmedia] – Gelombang aksi massa yang berujung anarkis di berbagai daerah seharusnya menjadi tamparan keras bagi elit politik dan pemerintah. Rakyat tidak turun ke jalan tanpa alasan. Ada kegelisahan, ada kekecewaan, dan ada krisis kepercayaan yang selama ini diabaikan. Anarkisme memang tidak bisa dibenarkan, tetapi menutup mata dari pesan yang terkandung di baliknya justru akan menjadi blunder politik besar.

Presiden Prabowo Subianto sudah tepat ketika mendorong agenda reformasi politik sebagai jawaban atas situasi ini. Namun, publik tentu tidak ingin mendengar sekadar jargon. Reformasi politik harus hadir dalam bentuk langkah nyata, bukan retorika manis. Selama lebih dari dua dekade, wajah politik Indonesia sering dipenuhi transaksi kekuasaan, dominasi oligarki, dan lemahnya representasi rakyat. Inilah akar dari maraknya kekecewaan yang meledak di jalanan.

Jika Presiden serius dengan dorongan reformasi politik, maka pembenahan harus dimulai dari hulu: sistem partai dan pemilu. Partai politik yang semestinya menjadi wadah aspirasi rakyat sering hanya berfungsi sebagai kendaraan elite. Pemilu yang seharusnya menjadi sarana demokrasi justru dikuasai oleh modal besar. Tanpa perubahan mendasar di ranah ini, reformasi hanya akan berhenti sebagai kosmetik belaka.

Penegakan hukum terhadap pelaku anarkis memang penting, tetapi jangan sampai melupakan bahwa ada masalah struktural yang lebih besar. Menghukum rakyat tanpa memperbaiki sistem adalah langkah setengah hati. Aparat memang harus tegas, tetapi negara juga wajib mendengar. Jika tidak, kerusuhan sosial hanya akan berulang dalam siklus yang sama.

Reformasi politik sejati adalah memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan ruang partisipasi publik. Itu berarti membatasi dominasi oligarki, membuka akses generasi muda, serta menjadikan lembaga negara lebih terbuka terhadap kritik. Presiden Prabowo, dengan mandat besar yang dimilikinya, memiliki peluang historis untuk melakukan perubahan besar ini. Pertanyaannya: apakah keberanian politik itu benar-benar ada?

Publik tentu akan menguji komitmen Presiden melalui kebijakan konkret: apakah ada revisi UU pemilu, apakah partai-partai dipaksa lebih demokratis, apakah pejabat publik diaudit integritasnya, dan apakah rakyat diberi ruang untuk terlibat lebih luas. Tanpa itu, kata “reformasi politik” hanya akan menjadi slogan yang menipu.

Krisis sosial pasca demo anarkis ini harus dibaca sebagai momentum. Jika elit politik masih sibuk mempertahankan kenyamanan status quo, maka mereka sedang bermain api di atas bara. Rakyat bisa marah lagi, bahkan lebih besar. Sebaliknya, jika reformasi politik benar-benar dijalankan, bangsa ini bisa keluar dari lingkaran ketidakpercayaan yang selama ini menghantui.

Sejarah bangsa kita menunjukkan bahwa perubahan selalu lahir dari krisis. Gelombang anarkis kali ini adalah peringatan keras: jangan lagi menunda reformasi politik. Demokrasi yang sehat hanya bisa lahir dari keberanian menghadapi oligarki, membenahi sistem, dan mengembalikan politik ke tangan rakyat. (M.Taufiq)

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *