Ibadah Wajib Adalah Obat Hati Yang Mati

SEMARANG [Berlianmedia] – Hidup manusia tidak pernah lepas dari kondisi hati. Ada saatnya hati terasa lembut, mudah tersentuh oleh nasihat dan ayat-ayat Allah, namun ada pula saatnya hati terasa keras, kering, bahkan mati. Saat hati mati, ibadah menjadi beban, nasihat tidak menyentuh, dan dosa terasa ringan. Maka, jalan penyembuhannya adalah kembali kepada ibadah wajib yang Allah perintahkan, karena ibadah wajib adalah obat mujarab yang menumbuhkan kembali kehidupan hati.

Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
إِنَّ الْقُلُوبَ تَمُوتُ وَتَحْيَا ، فَإِذَا هِيَ مَاتَتْ فَاحْمِلُوهَا عَلَى الْفَرَائِضِ ، فَإِذَا هِيَ أُحْيِيَتْ فَأَدِّبُوْهَا بِالتَّطَوُّعِ
“Hati itu terkadang mati dan terkadang hidup. Apabila ia mati maka bawalah ia kepada amalan wajib. Dan jika ia hidup maka biasakanlah ia dengan amalan sunnah.” (Az-Zuhd, Imam Ahmad: 1609)

Perkataan ini adalah mutiara hikmah dari seorang tabi’in yang dikenal dengan kezuhudannya. Ia mengajarkan bahwa ibadah wajib adalah fondasi utama yang bisa menghidupkan hati. Ketika hati lalai, ketika iman melemah, maka shalat lima waktu, zakat, puasa Ramadan, dan kewajiban lainnya adalah kunci yang bisa menyalakan kembali cahaya iman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)

Shalat adalah obat hati yang paling utama. Ia bukan hanya gerakan fisik, tetapi sarana menyambung hati dengan Allah. Seorang hamba yang menjaga shalatnya, akan terjaga hatinya dari kematian. Rasulullah ﷺ bersabda:
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, maka siapa yang meninggalkannya sungguh ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi)

Begitu besar kedudukan shalat, karena ia menjadi tiang agama dan penghidup hati. Tidak heran, ketika hati terasa kering, para ulama selalu menasihati agar kembali memperbaiki shalat.

Selain shalat, ibadah wajib lain seperti zakat juga menjadi penyuci hati. Allah berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)

Zakat bukan hanya membersihkan harta, tetapi juga membersihkan hati dari penyakit cinta dunia dan kikir. Hati yang kotor karena cinta harta akan kembali hidup dengan zakat.

Puasa juga memiliki peran besar dalam menghidupkan hati. Rasulullah ﷺ bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa adalah perisai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa melatih kesabaran, menundukkan hawa nafsu, dan melembutkan hati. Saat lapar dan haus, manusia sadar bahwa ia lemah dan butuh Allah. Kesadaran inilah yang menumbuhkan kehidupan hati.

Namun, setelah hati kembali hidup dengan ibadah wajib, ia perlu dipelihara agar tidak mati lagi. Di sinilah peran amalan sunnah. Hasan Al-Bashri menekankan bahwa setelah hati hidup, ia harus dididik dengan amal sunnah. Shalat sunnah, puasa sunnah, dzikir, tilawah Al-Qur’an, sedekah sunnah, semua itu akan memperkuat iman dan menjaga hati tetap lembut.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Amal sunnah adalah jalan menuju cinta Allah. Hati yang hidup dengan ibadah wajib, akan semakin bercahaya dengan amal sunnah. Dan ketika Allah mencintai seorang hamba, maka hatinya akan terjaga dari kematian.

Kematian hati sering kali tidak disadari. Ia ditandai dengan hilangnya rasa nikmat dalam ibadah, kerasnya hati ketika mendengar ayat Al-Qur’an, dan ringannya dosa yang dilakukan. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata bahwa hati yang mati adalah hati yang tidak lagi mengenal Allah, tidak lagi merasakan sakit karena dosa, dan hanya tunduk pada hawa nafsu.

Maka, obatnya adalah kembali kepada fondasi: ibadah wajib. Tidak ada jalan lain. Banyak orang mencari ketenangan hati dengan hiburan dunia, namun itu hanya fatamorgana. Ketenangan sejati hanya datang dari ketaatan kepada Allah.

Allah berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini adalah janji Allah. Hati yang mati akan hidup kembali dengan dzikir dan ibadah. Maka, jangan biarkan hati mati terlalu lama. Segera obati dengan ibadah wajib, lalu perkuat dengan ibadah sunnah.

Kita harus jujur pada diri sendiri. Jika ibadah wajib masih sering ditinggalkan, bagaimana mungkin hati kita bisa hidup dengan amal sunnah? Fondasi harus kokoh terlebih dahulu. Shalat lima waktu jangan sampai bolong, puasa Ramadan jangan sampai ditinggalkan, zakat jangan sampai diabaikan. Setelah itu, barulah amalan sunnah akan memberi pengaruh yang besar.

Kisah para ulama menunjukkan hal ini. Mereka tidak hanya menjaga ibadah wajib dengan sempurna, tetapi juga menghiasi diri dengan amal sunnah. Imam Hasan Al-Bashri sendiri dikenal sebagai ahli ibadah yang tidak pernah meninggalkan qiyamul lail. Namun, ia selalu mengingatkan umat bahwa pondasi pertama adalah ibadah wajib.

Hidup di zaman modern penuh dengan godaan yang bisa mematikan hati: kelalaian, syahwat, kesibukan dunia, media yang melalaikan. Maka, kita harus lebih keras berjuang menjaga ibadah wajib. Jangan biarkan hati kita mati pelan-pelan tanpa terasa.

Mari kita introspeksi. Jika hati terasa kering, segera kembali pada shalat tepat waktu. Jika hati terasa keras, perbanyak tilawah Al-Qur’an. Jika hati terasa berat, kuatkan dengan doa dan istighfar. Inilah obat hati yang diajarkan oleh ulama salaf.

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang menjaga ibadah wajib dengan baik, lalu menghiasi diri dengan amal sunnah, sehingga hati kita selalu hidup dengan iman.

Wallahu a’lam bishshawab.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *