Hidup untuk Menghidupkan Muhammadiyah: Refleksi Dakwah di Tengah Minoritas

SEMARANG [Berlianmedia] — Ketika dakwah menjadi tantangan di tengah realitas sebagai kelompok minoritas, maka yang dibutuhkan bukan sekadar strategi jumlah, melainkan keteguhan dalam niat dan keteladanan dalam akhlak. Itulah pesan utama yang mengemuka dalam Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa Dongbiru, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Ahad (13/7), bersama Dr. H. AM Jumai, SE., MM., Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang.

Dengan tema “Refleksi dan Muhasabah Menghidupkan Dakwah di Daerah Minoritas Warga Muhammadiyah”, acara ini bukan sekadar forum ceramah, tetapi menjadi ruang perenungan mendalam tentang arah dan wajah dakwah Muhammadiyah hari ini.

Di tengah dominasi kelompok Islam lain, posisi Muhammadiyah sebagai minoritas struktural dan kultural di Kecamatan Genuk menuntut pendekatan dakwah yang lebih bijak dan substansial. Dr. Jumai menekankan, “Kita tidak sedang mendominasi, tetapi menanam nilai. Bukan mengejar pengaruh, tetapi meneladani Rasulullah.”

Dakwah Muhammadiyah, lanjutnya, harus membebaskan diri dari orientasi pragmatis. Ini bukan soal kuantitas, melainkan kualitas dan ketulusan. Kunci utamanya adalah tauhid dan akhlak.

Teladan Rasul dan KH Ahmad Dahlan: Dakwah Tanpa Pamrih

Dalam sejarahnya, dakwah Rasulullah SAW tidak dibangun dengan kekuasaan, tapi dengan keluhuran akhlak. Begitu pula KH Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah melalui pendidikan, pelayanan, dan teladan hidup yang bersih dari kepentingan pribadi.

“KH Dahlan mengajarkan bahwa membangun umat dimulai dari hati yang bersih dan niat yang lurus. Bukan politik praktis, tapi pendidikan dan pengabdian,” ujar Dr. Jumai.

Dakwah Tiga Pilar: Spiritual, Kultural, Struktural

Dalam konteks kontemporer, Muhammadiyah perlu terus menghidupkan tiga pilar pendekatan dakwah:

1. Spiritual – memperdalam tauhid dan menguatkan ibadah personal.

2. Kultural – merespons budaya lokal tanpa kehilangan prinsip Islam berkemajuan.

3. Struktural – memperkuat sistem organisasi dari ranting hingga pusat.

Ketiga pilar ini akan menjadi daya tahan dakwah Muhammadiyah, apalagi di wilayah-wilayah yang secara demografis bukan basis utama persyarikatan.

Dakwah Adalah Amal Shaleh Kolektif

Dr. Jumai mengingatkan kembali orientasi utama gerakan ini: dakwah. Bukan fasilitas, bukan proyek. “Ber-Muhammadiyah bukan untuk mencari hidup, tapi untuk menghidupkan Muhammadiyah,” tegasnya.

Sejarah Muhammadiyah di Kota Semarang, dari segelintir kader menjadi pilar umat, adalah bukti bahwa keikhlasan dan keberanian moral lebih penting dari sekadar jumlah.

Harapan dari Pinggiran: Genuk Sebagai Ladang Dakwah

Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa bukanlah rutinitas kosong, melainkan medan tempur ideologis yang menyegarkan ruh dakwah. Di tengah arus tantangan zaman, wilayah seperti Genuk justru menjadi ladang subur untuk menanam nilai-nilai Islam murni yang menjunjung akhlak dan tauhid.

Antusiasme para jamaah, diskusi yang hidup, serta pesan-pesan mendalam yang disampaikan menjadi sinyal bahwa Muhammadiyah tetap relevan dan dibutuhkan asal tetap istiqamah pada jalan dakwah yang murni.

Sebagaimana pesan terakhir Dr. Jumai yang menggetarkan relung hati para hadirin:

“Luruskan niat kita dalam Muhammadiyah. Jangan mencari hidup di Muhammadiyah, tapi hiduplah untuk menghidupkan Muhammadiyah.”

Sebuah muhasabah yang layak direnungkan, bukan hanya oleh warga Genuk, tapi seluruh warga persyarikatan di mana pun berada.
Oleh : Dr H AM Jumai SE.MM

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *