Bersabar Tanpa Tepi Bersyukur Tanpa Henti

SEMARANG [Berlianmedia] – Hidup adalah perjalanan panjang yang tidak selalu mulus. Ada masa penuh kebahagiaan, ada pula fase getir yang menguji jiwa. Islam mengajarkan bahwa dua sikap utama harus senantiasa hadir dalam diri seorang muslim: sabar tanpa batas dan syukur tanpa henti. Keduanya adalah kunci ketenangan hati, jalan menuju keridaan Allah, serta tanda kematangan iman.

Dalam setiap perjalanan hidup, manusia tidak akan pernah lepas dari takdir Allah atau yang disebut dengan qadar. Inilah makna dari kalimat yang sering kita dengar: Qodarullah wa maa syaa’a fa‘al (Ini adalah takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi). Allah menegaskan bahwa segala sesuatu yang menimpa manusia sudah ditetapkan dalam Lauh Mahfuzh. Allah berfirman:
«مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ»
“Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

Ayat ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada. Namun, penerimaan itu tidak berhenti di mulut saja. Islam menuntun agar penerimaan takdir diwujudkan dalam sikap sabar. Sabar dalam arti menahan diri dari keluh kesah, tidak putus asa, tetap berusaha, dan menjaga hati agar ridha terhadap ketentuan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar maka itu pun baik baginya.”(HR. Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa kehidupan seorang mukmin selalu dalam kebaikan. Jika diuji dengan nikmat, jalannya adalah syukur. Jika diuji dengan musibah, jalannya adalah sabar. Inilah yang dimaksud dengan bersabarlah tanpa tepi, bersyukurlah tanpa henti. Tidak ada batas waktu untuk sabar dan syukur, keduanya harus mengiringi sepanjang hidup.

Sabar memiliki kedudukan yang agung dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
«إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ»
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Bayangkan, pahala sabar tidak bisa dihitung dengan ukuran manusia. Allah menjanjikan balasan tanpa batas, karena sabar itu sendiri menuntut pengorbanan jiwa, perasaan, dan kesabaran hati yang tidak mudah.

Selain sabar, syukur juga merupakan kunci utama kebahagiaan. Syukur tidak hanya diucapkan lewat lisan dengan kata alhamdulillah, tetapi juga diwujudkan dalam hati yang mengakui nikmat dari Allah serta anggota tubuh yang menggunakan nikmat itu pada jalan yang benar. Allah berfirman:
«لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ»
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Ayat ini menegaskan hukum kehidupan: syukur mendatangkan tambahan nikmat, sedangkan kufur nikmat mendatangkan azab. Karenanya, seorang muslim harus melatih dirinya agar selalu bersyukur tanpa henti, meskipun dalam keadaan kecil maupun besar.

Ujian terbesar manusia bukan hanya musibah, tetapi juga nikmat. Banyak orang mampu bersabar ketika diuji dengan kesulitan, tetapi tidak sedikit yang lupa bersyukur ketika diberi kelapangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan dalam hadis:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan janganlah kalian melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Maka itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Muslim)

Hadis ini memberikan tuntunan agar syukur tidak hanya hadir saat kita mendapat nikmat besar, tetapi juga ketika kita melihat bahwa ternyata banyak orang yang hidupnya jauh lebih sulit daripada kita. Dengan begitu, hati kita terjaga dari rasa iri dan tidak puas.

Sabar dan syukur adalah dua sayap yang membuat seorang muslim bisa terbang melewati ujian dunia. Tanpa sabar, ia akan mudah jatuh dalam keputusasaan. Tanpa syukur, ia akan terjerumus dalam kesombongan dan kufur nikmat. Kedua sifat ini saling melengkapi, seperti siang dan malam, pahit dan manis, suka dan duka.

Kunci dari semua itu adalah kesadaran akan qadarullah. Seorang mukmin sejati tidak akan pernah lepas dari kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Allah berfirman:
«الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ»
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami kembali.” (QS. Al-Baqarah: 156)
Ucapan ini bukan sekadar kalimat, tetapi manifestasi keyakinan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan begitu, sabar menjadi ringan, syukur menjadi tulus, dan hidup terasa bermakna.

Di era modern yang penuh tantangan, konsep sabar tanpa tepi dan syukur tanpa henti sangat relevan. Banyak orang mudah stres karena tuntutan hidup, merasa kurang meski sudah memiliki banyak hal, atau larut dalam kesedihan tanpa ujung. Islam hadir menawarkan keseimbangan: terimalah takdir dengan sabar, nikmatilah pemberian dengan syukur. Itulah jalan ketenangan.

Akhirnya, sabar dan syukur bukan sekadar teori, tetapi latihan harian. Saat bangun tidur, ucapkan syukur. Saat menghadapi masalah, tanamkan sabar. Saat mendapat nikmat, bersyukur. Saat kehilangan sesuatu, bersabar. Dengan begitu, kita menjalani hidup dengan penuh cahaya iman, karena sabar dan syukur adalah tanda hidupnya hati yang dekat dengan Allah.

Semoga Allah menghiasi hati kita dengan kesabaran yang luas tanpa batas, serta mensucikan lisan dan amal kita dengan syukur yang tidak pernah berhenti, sehingga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang beruntung di dunia dan akhirat.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *