Tuntut Kenaikan Upah Tinggi, KASBI Datangi Kantor Gubernur Jawa Tengah
SEMARANG [Berlianmedia] — Menuntut kenaikan upah lebih tinggi, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Tengah menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Jumat (21/11).
Pihaknya mendesak pemerintah provinsi dan Dewan Pengupahan Jawa Tengah, untuk melakukan reformulasi kebijakan pengupahan secara menyeluruh.
Desakan ini muncul setelah UMP Jawa Tengah 2025 ditetapkan sebesar Rp 2.169.349, yang meski naik 6,5 persen dari tahun sebelumnya, tetap menjadi salah satu yang terendah di Indonesia.
KASBI menilai rendahnya UMP membuat pekerja di Jawa Tengah berada dalam posisi kurang berdaya, terutama ketika dibandingkan dengan daerah seperti Jakarta, Surabaya atau Bandung yang memiliki standar upah jauh lebih tinggi. Disparitas upah antar daerah itu, disebut turut memperparah kesenjangan sosial dan ekonomi.
Koordinator aksi KASBI, Moelyono menyatakan, bahwa lembaganya segera mengusulkan kesetaraan upah dengan daerah lain serta mendorong Dewan Pengupahan Jawa Tengah, menghitung ulang kebutuhan hidup buruh secara lebih riil.
Ia menegaskan, bahwa konsep upah harus berubah dari orientasi buruh lajang menjadi buruh berkeluarga, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memperluas makna penghidupan layak bagi pekerja.
Putusan itu menekankan, bahwa penghasilan pekerja harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, termasuk pendidikan, kesehatan dan jaminan hari tua.
“Penghidupan layak bukan hanya untuk individu, tetapi untuk kesejahteraan buruh dan keluarganya. Upah sekarang belum mencukupi kebutuhan paling dasar,” ujar Moelyono.
KASBI menyoroti rendahnya upah di Jawa Tengah selama ini, menjadi daya tarik bagi perusahaan yang ingin menekan biaya produksi. Kondisi itu dinilai, berkontribusi terhadap meningkatnya angka kemiskinan dan rendahnya daya beli masyarakat.
Sebagai respons terhadap ketidakpuasan buruh, KASBI Jawa Tengah secara resmi menuntut beberapa hal, diantaranya kesetaraan upah layak buruh Jawa Tengah dengan daerah lain serta pembentukan UU Pengupahan, yang adil dan pro-buruh.
“Penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2026 di atas 15 persen, survei ulang KHL sesuai kebutuhan dasar manusia yang sesungguhnya, penggantian sistem penghitungan upah dari buruh lajang menjadi buruh berkeluarga, dan penghentian badai PHK dan praktik eksploitasi buruh,” jelasnya.
KASBI juga menekankan bahwa kenaikan upah minimum 2026 minimal 15 persen menjadi tuntutan mendesak yang wajib dipertimbangkan pemerintah dan legislatif. Penyesuaian itu dinilai penting untuk mengejar ketertinggalan upah Jawa Tengah dan mengurangi tekanan ekonomi yang dialami pekerja.
Secara nasional, KASBI menyatakan akan terus mengawal isu pengupahan melalui berbagai aksi massa, termasuk demonstrasi dan mogok nasional, apabila tuntutan buruh tidak mendapat respons yang memadai dari pemerintah.
“Sudah saatnya ada pergeseran paradigma pengupahan di Indonesia. Upah harus dihitung berdasarkan kebutuhan riil buruh dan keluarganya, bukan sekadar angka ekonomis parsial,” tegasnya.
Dengan dorongan itu, KASBI berharap pemerintah daerah maupun pusat benar-benar menerapkan kebijakan pengupahan yang lebih adil, manusiawi dan berkelanjutan demi memperbaiki kesejahteraan buruh di Jawa Tengah dan Indonesia secara umum.








