Ketua LPBI NU: Banjir Bukan Sekadar Air, Tapi Tentang Hidup dan Harapan
SEMARANG [Berlianmedia]– Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) Kota Semarang, dr. Hayyi Wildani menegaskan, bahwa banjir bukan sekadar persoalan air, melainkan masalah kemanusiaan yang menyentuh aspek hidup, harapan dan masa depan masyarakat.
“Banjir bukan hanya tentang air, tapi tentang hidup, harapan, dan masa depan,” ujarnya saat meninjau lokasi banjir di kawasan Kaligawe, Kota Semarang, Rabu (29/10).
Menurutnya, setiap kali banjir melanda, yang terendam bukan sekadar rumah dan jalan, tetapi juga semangat warga untuk bertahan. Karena itu, LPBI NU mendorong semua pihak, mulai dari pemerintah, organisasi sosial, dan masyarakat, agar bergerak bersama membangun sistem mitigasi dan adaptasi, yang berkelanjutan terhadap dampak perubahan iklim.
“Semarang adalah kota pesisir yang rentan terhadap rob dan hujan ekstrem. Kita perlu menyiapkan masyarakat agar lebih tangguh, bukan hanya saat bencana datang, tapi juga dalam membangun kesadaran lingkungan sehari-hari,” imbuh dr. Hayyi.
Selain memberikan bantuan darurat, lanjutnya, LPBI NU juga menyampaikan edukasi tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk menjaga kebersihan saluran air, tidak membuang sampah sembarangan, serta menyiapkan tas siaga berisi kebutuhan pokok jika evakuasi mendadak diperlukan.

“Mitigasi harus dimulai dari rumah. Setiap warga perlu tahu apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah banjir. Itulah bentuk ikhtiar bersama,” tutup dr. Hayyi, yang tampak sibuk di lokasi kebanjiran, untuk menyiapkan dapur umum bagi warga.
Dampak yang Dirasakan Warga
Menurut sejumlah warga Kaligawe yang rumahnya kebanjiran, dampak yang dirasakan banyak yang tidak bekerja dan perputaran ekonomi terhenti total.
Kemudian banyak peralatan rumah tangga dan unit elektronik rusak, seperti televisi, kulkas, semuanya terendam. Selain itu banyak juga mobil dan motor mati tidak bisa dihidupkan, karena air tak kunjung surut.
“Kami, seluruh RT dan RW di Kaligawe, sudah sepakat, kami tidak ingin menyalahkan siapa pun. Kami hanya ingin solusi. Kami mohon, segera hadirkan pompa air tambahan untuk membuang air ke Banjir Kanal Timur dan ke laut,” ujar Arifin, salah satu warga RW 08 Kaligawe.
Sedang Tasin, salah satu warga RW 02 agak menyesalkan keberadaan pembangunan tol, yang dinilai menjadi penyebab genangan air lama surutnya di kawasan Kaligawe, sehingga warga semakin repot.
“Dulu, sebelum tol, air masih bisa pasang-surut. Sekarang setelah proyek tol berdiri, air malah tertahan. Kami hidup di antara genangan,” sesalnya.
Namun begitu, mayoritas warga mengaku senang dengan kehadiran LPBI NU yang memiliki kepedulian membantu warga mengevakuasi barang dan memberikan logistik, secara gotong royong.
““Kami hanya ingin hidup normal kembali. Anak-anak bisa sekolah, orang tua bisa bekerja. Tolong bantu kami, tambahkan pompa di BKT agar air bisa keluar ke laut,” harap Parno, salah satu warga RT 01 RW 08.
Caption : LPBI NU Kota Semarang bersama warga Kaligawe, melakukan evakuasi motor milik warga Kaligawe, Kota Semarang, Rabu (29/10). Foto : Dok Ist








