UU ASN 20/2023: Harapan dan Tanda Tanya Pensiun Bagi PPPK
SEMARANG [Berlianmedia] – Penandatanganan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Oktober 2023 lalu menjadi momen penting bagi seluruh ASN di Indonesia, termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Salah satu poin yang paling menyita perhatian adalah ketentuan bahwa PPPK yang telah mengabdi minimal 16 tahun berhak mendapatkan pensiun bulanan ketika purna tugas.
Bagi sebagian PPPK, kabar ini membawa angin segar. Ada secercah harapan bahwa masa tua mereka kelak bisa dijalani dengan lebih tenang, tanpa kekhawatiran berlebihan soal penghasilan. Namun, di balik kabar baik tersebut, muncul tanda tanya besar yang belum terjawab: bagaimana cara menghitung masa kerja 16 tahun tersebut? Apakah dihitung sejak masa pengabdian sebagai honorer, atau baru dimulai setelah resmi diangkat sebagai PPPK pasca-berlakunya UU ASN 20/2023?
Pertanyaan ini menjadi penting karena kondisi di lapangan cukup beragam. Tidak sedikit PPPK yang baru diangkat sudah berusia di atas 55 tahun. Secara logis, jika perhitungan 16 tahun dimulai dari pengangkatan resmi, maka mereka tidak akan pernah memenuhi syarat untuk menerima pensiun bulanan. Padahal, banyak di antara mereka telah mengabdi puluhan tahun sebagai tenaga honorer di instansi yang sama mengajar di sekolah, membantu administrasi, atau memberikan layanan publik lain tanpa jaminan kesejahteraan layaknya PNS.
Secara nasional, jumlah PPPK yang berusia di atas 55 tahun memang tidak banyak, hanya ratusan orang. Tetapi bagi mereka, isu ini adalah soal hidup dan masa depan. Mereka berharap masa kerja sebagai honorer dapat diakui, sehingga pintu untuk mendapatkan hak pensiun bulanan tetap terbuka. Tidak ada yang lebih mereka inginkan selain keadilan dan penghargaan atas pengabdian yang sudah mereka jalani dengan setia.
Pemerintah, melalui kementerian dan lembaga terkait, diharapkan segera memberikan kejelasan melalui peraturan turunan yang tegas. Kepastian hukum akan menghindarkan keresahan, sekaligus memberikan rasa tenang bagi pegawai yang telah mendedikasikan hidupnya untuk pelayanan publik. Sebab bagi PPPK, ini bukan hanya soal angka di slip gaji pensiun, tetapi pengakuan bahwa negara tidak menutup mata terhadap perjuangan dan pengabdian mereka.
Pada akhirnya, persoalan pensiun bagi PPPK pasca-berlakunya UU ASN 20/2023 bukan sekadar hitung-hitungan teknis, melainkan menyangkut rasa keadilan dan penghormatan terhadap pengabdian. Negara harus memastikan bahwa setiap tahun pengabdian—baik sebagai honorer maupun PPPK memiliki nilai yang diakui. Regulasi turunan mesti disusun dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan keberpihakan pada mereka yang telah lama berada di garda terdepan pelayanan publik. Kepastian pensiun bagi PPPK bukan hanya hak administratif, melainkan wujud penghormatan negara kepada para abdi bangsa yang telah setia mengabdi hingga akhir masa tugasnya. (M.Taufiq)