Wali Kota Semarang Siapkan Anggaran Tahun 2026 untuk Program Pendidikan Inklusi
SEMARANG [Berlianmedia]– Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, akan menyiapkan anggaran 2026, untuk program-program pendidikan inklusi di Kota Semarang.
Hal itu disampaikan Wali Kota Semarang di sela kegiatan Ngobrol Penting Stakeholder Pendidikan Kota Semarang (NGOPI BARENG) dengan tema Sekolah inklusi menciptakan lingkungan adil dan setara, di Quest Hotel Simpang Lima, Jumat (19/9).
“Ini para tokoh pada duduk di sini, kita minta untuk membuat masukkan yang cukup. Nanti pada proses anggaran tahun 2026, kita bisa meramunya menjadi program-program untuk anak-anak istimewa itu bisa diperlakukan secara istimewa,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Agustina, murid-murid “istimewa” (berkebutuhan khusus) dapat terwadahi bakat dan minatnya di luar pendidikan-pendidikan formal.
Seperti dalam hal olahraga, musik dan keterampilan khusus lainnya yang dimiliki murid-murid ‘istimewa’, khususnya di Kota Semarang.
“Contohnya itu, siapa, salah satu finalis batik Kalijati asal Semarang di Malaysia, yang bisa menjadi inspirasi bagi siswa lainnya. Kami ingin menjadikannya icon example, untuk mendorong anak-anak agar terus berprestasi,” harapnya.
Sekolah Inklusi Setara
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramushinto menyatakan komitmen Pemkot Semarang dalam mewujudkan sekolah inklusi yang setara, dengan upaya peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi pendidik khusus.

“Permasalahan kita, guru dengan sertifikasi pendidik khusus masih sangat sedikit. Masukan yang muncul hari ini akan jadi rekomendasi saat pembahasan RKPD tahun 2026,” jelasnya.
Selain itu, Kepala Disdik Kota Semarang itu juga menyampaikan, bahwa saat ini Pemkot Semarang telah memiliki Perwal Nomor 76 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Regulasi tersebut mengamanatkan semua sekolah wajib menjadi sekolah inklusi dan tidak boleh menolak anak berkebutuhan khusus.
“Namun mendidik anak istimewa butuh keterampilan khusus. Saat ini, baru ada 15 Guru Pembimbing Khusus (GPK). Idealnya, tiap sekolah memiliki minimal satu guru bersertifikasi,” ungkapnya.
Dikatakan pula oleh Bambang Pramusinto, Dinas Pendidikan juga telah menyiapkan kolaborasi dengan berbagai lembaga, termasuk Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM), yang memiliki unit layanan disabilitas, agar anak-anak berkebutuhan khusus mendapat akses pendidikan komprehensif.