Tradisi Kawin Culik, Suku Sasak Lombok NTB
Sungguh luar biasa, suatu kekayaan yang sangat membanggakan. Ragam Suku Bangsa di Indonesia terdiri dari sekitar 1.340 suku bangsa yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut data BPS 50% dari suku bangsa di tanah air adalah suku Jawa. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau. Terdapat kurang lebih 718 bahasa daerah atau bahasa ibu. Yang sangat membanggakan sekaligus sebagai pemersatu bangsa, Kita memiliki Bahasa Indonesia sekaligus bisa menjadi alat komunikasi diseluruh anak bangsa.
Itu semua masih ditambah kekayaan Ibu Pertiwi, seperti jenis aneka makanan dan masakan, pakaian adat, rumah adat, kesenian tradisional, lagu – lagu daerah dan tradisi pernikahan atau perkawinan.
Salah satu tradisi kawin culik dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat menarik untuk dibahas.
Masyarakat suku Sasak menggambarkan, kawin culik sebagai proses pernikahan yang harus melalui tradisi yang sudah ada. Bahwa, ketika seorang laki-laki ingin menikahi seorang gadis maka lelaki tersebut harus menculik terlebih dahulu gadis tersebut dari keluarga si gadis.
Tradisi nikah Sasak ? Begitulah, salah satu tradisi pernikahan yang dikenal di masyarakat Indonesia bernama Kawin Culik atau Kawin Lari. Tradisi Kawin Culik ini dikenal di kalangan masyarakat Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Indonesia memang beragam dari multidimensi. Justru keragaman yang menjadi asset bangsa harus dikelola dengan baik, maka akan menjadi kekuatan dan identitas Indonesia yang benar-benar Bhinneka Tunggal Ika.
Bermacam-macam, bercorak-corak, berbeda – beda, beragam-ragam tetapi tetap satu Indonesia.
Sampai saat ini masih banyak sekali tradisi pernikahan unik di Indonesia yang bisa dijumpai diberbagai daerah.
Tak terkecuali seperti di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang punya tradisi unik menjelang pernikahan yaitu tradisi kawin culik.
Dilansir berbagai sumber, salah satu tahapan yang unik dalam budaya Suku Sasak yang berada di Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Puju, Kabupaten Lombok Tengah ini mengharuskan calon suami menculik kekasihnya.
Di Dusun Sade ini, masih bisa dikunjungi, Bale ini adalah rumah adat NTB yang berasal dari suku Sasak. Rumah adat ini terletak di Dusun Sade, Lombok Tengah. Sampai sekarang Dusun Sade masih memegang teguh tradisi dan kelestarian rumah adat ini, sehingga rumah adat ini masih terjaga hingga saat ini.
Pada proses calon suami menculik kekasihnya, keduanya akan membuat ‘perjanjian’ kapan momentum penculikan ini akan dilaksanakan. Aksi penculikan yang boleh dilakukan pada malam hari saja harus ditutup rapat-rapat, termasuk tidak boleh diketahui oleh orang tua dari pihak perempuan.
Cukup yang mengetahui aksi ini hanya laki-laki dan perempuan itu saja, serta beberapa kerabat dekat yang akan membantu proses penculikan.
Ketika hari H, saat malam hari sang wanita akan mencari cara supaya dapat keluar rumah, dan saat ini sang kekasih serta beberapa kerabat dekatnya akan menunggu di luar, kemudian menculiknya.
Setelah berhasil, keduanya akan lari keluar desa, mereka akan bermalam di rumah saudara atau kerabat. Aksi penculikan atau ‘Merani’ didasari oleh rasa suka sama suka. Artinya, kawin lari itu laki-laki dan perempuan sudah pacaran dulu, jadi didasari rasa suka sama suka. Bukan sembarang nyulik.
Walau sang gadis banyak disukai pria lain, namun yang berhasil membawa lari pertama, dia akan mendapatkannya. Maka dari itu, baik pihak pria dan wanita harus menyiapkan rencana dengan matang dan tidak boleh terdengar orang lain agar tidak gagal.
Pada saat sudah berhasil menculik sang gadis, esok harinya pihak pria akan meminta keluarga atau kepala dusun untuk memberikan informasi ke keluarga wanita, bahwa anaknya sudah diculik. Unik, nyulik malah lapor. Itulah adat kawin lari.
Jika sudah dibawa lari, maka keduanya harus sesegera mungkin dinikahkan, sebab kejadian ini sudah diketahui seluruh masyarakat desa atau ‘Nyelabar’. ‘Nyelabar’, istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orang tua pihak lelaki tidak diperbolehkan ikut.
Rombongan ‘nyelabar’ terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan pakaian adat (dodot). Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan. Lalu, kedua pihak keluarga akan menjalani adat ‘Selabar’. ‘Selabar’ merupakan proses meminta kesediaan orangtua atau keluarga calon mempelai perempuan untuk memberikan persetujuan dan perwalian terhadap kedua calon mempelai.
‘Mesejati’, adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh keluarga calon pengantin laki-laki kepada pemerintah desa setempat, dalam hal ini Kepala Desa atau Kepala Dusun, dan ‘Mbait Wali’, yaitu proses meminta izin pernikahan dari pihak pria ke wanita. Proses ini berlangsung hingga tiga hari.
Kedatangan keluarga pria ke pihak wanita ini di sebut Majeti, yang membicarakan segala kebutuhan yang akan digunakan dalam perkawinan. Sedangkan dalam proses Mbait Wali akan membicarakan uang ‘pisuka’, artinya pemberian pisuka (bisa uang atau barang) sebagai sebuah tradisi dalam adat Sasak merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah perkawinan.
Penyerahan pisuka ini bahkan termasuk salah satu tahapan yang harus dilaksanakan dalam proses terlaksananya sebuah perkawinan dalam budaya Sasak. atau jaminan dan mahar.
Setelah itu baru pernikahan dilangsungkan dengan cara Islam lewat ijab qabul.
Pada proses pernikahan adat ini diakhiri dengan ‘Nyongkolan’ yang merupakan salah satu tradisi dari prosesi perkawinan adat Suku Bangsa Sasak. Prosesi ini berupa iring-iringan pengantin yang dilakukan dari rumah mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan dalam suasana penuh kemeriahan.atau kedua belah pihak mempelai digiring menuju rumah orang tua mempelai wanita.
Setelah sah menjadi suami dan istri, keduanya akan menempati rumah kecil yang disebut ‘Bale Kodong. Bale itu rumah, Kodong itu artinya kecil. Jadi artinya rumah kecil. Bale Kodong merupakan tempat tinggal sementara hingga keduanya mampu untuk membuat rumah yang lebih besar.
Di Bale Kodong ini juga mereka menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Namun, walau jarang terjadi, ada juga orang tua yang tidak menyetujui pernikahan anaknya. Biasanya, untuk menghindari aksi penculikan ini, orang tua sang gadis harus segera membawa putri mereka menjauhi desa dan pergi ke rumah sanak saudara yang letaknya jauh. Atau jika orang tua tidak setuju dengan calon menantunya ini, mereka boleh menjodohkan anaknya dengan pilihan mereka.
Dalam aksinya, sang pria ketika menculik gadis kesayangannya tidak diperkenankan melakukan hal-hal yang menimbulkan keributan. Jika akhirnya ada keributan, maka akan dikenakan sanksi berupa uang dalam nominal tertentu yang sudah diatur oleh adat.
Maka diatur seperti dilakukan pada malam hari, perempuan memiliki kedudukan yang berharga, dilakukan oleh pria yang memiliki keberanian, perempuan boleh menikah jika sudah mahir menenun (Nyesek). ‘Nyesek’ (huruf e dibaca seperti pada kata ‘tengok’) dalam Bahasa Sasak berarti menenun dengan alat tradisional untuk membuat kain khas Suku Sasak, dan tradisi ini masih bisa ditemukan di Desa Sade, Lombok Tengah. Jika pada zaman dahulu, perempuan baru boleh menikah jika sudah mahir menenun. Terakhir dibawa ke rumah kerabat terdekat.
Salam dari Semarang. Salam kebangsaan, dari Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Puju, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.