Masa Panen, Petani Tembakau Dihadang Permasalahan Klasik

TEMANGGUNG[Berlianmedia] – Para petani tembakau disentra produksi Jateng setiap memasuki masa panen selalu dihadang permasalahan klasik dengan harga jual yang tidak menentu, sehingga tidak sedikit dari mereka terancam mengalami kerugian.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengisyaratkan perkembangan bisnis tembakau dan rokok selalu dihadapkan pada permasalahan klasik dari tahun ke tahun, hingga banyak merugikan para petani.

Menurutnya, seluruh pihak, baik pembuat kebijakan, petani, dan industri harus duduk bersama.

Problem, lanjutnya, yang selalu ditemui setiap tahun adalah ketika panen penjualannya seperti apa. Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi dengan industri. Sementara industri ketika berjualan produk membutuhkan regulasi.

“Ada PP yang mengatur tentang tembakau. Pada umumnya ramai aklibat kebijakan cukai. Masa panen tembakau menurut saya antara pembuat kebijakan, di hulunya ada petani, di tengahnya ada industri, ini musti duduk bareng untuk menemuka jalan terbaik,” ujarnya seusai mengunjungi gudang tembakau pabrik rokok Gudang Garam dan Djarum di Temanggung, Selasa (9/8).

Persoalan itu, tutur Ganjar, selalu menjadi pembahasan hangat. Padahal bisnis tembakau dan rokok sudah ada sejak ratusan tahun, bahkan sebelum Republik Indonesia berdiri. Negara juga selama ini mendapatkan kontribusi dari penghasilan dari bisnis tersebut.

“Sisi lain ada yang tidak setuju, maka orang bicara kesehatan. Sisi lain makin banyak perusahaan menyerap tenaga kerja banyak. Ini kan fenomena maka kita ngobrol bareng ternyata ada impor kretek, ah yang benar ini? Saya kira kebangetan sekali kalau negara ini impor rokok kretek. Kaya tidak bisa buat sendiri,” tuturnya.

Melalui obrolan dengan petani dan industri rokok, Ganjar mennambahkan selalu mendapatkan perkembangan terkini terkait hubungan petani dan pabrik selaku pembeli hasil panen. Dia ingin relasi yang susah terjalin baik di Jawa Tengah bisa terus berjalan beriringan.

“Kalau kemudian politik rokok sedang berubah ya mari kita ikut, kita imbangi perubahan itu, jangan mudah menyerah. Jangan kemudian semua bicara, ini bisnis yang mungkin tidak bagus dari sektor lain tapi yang lain mendesakkan kekuatan masuk kepada kita semua. Kita musti waspada soal itu,” ujar Ganjar.

Dia akan terus mendorong adanya tobacco center sebab ada kekuatan yang ingin menghilangkan hulu industri tembakau. Misalnya petani tembakau yang ingin dihilangkan dengan diganti komoditas lain seperti kopi. Tobacco center juga bisa menjadi pusat riset tentang tembakau secara mendetail. Mulai dari pengembangan benih, jenis tembakau, penanaman, Hinga produktivitas dan lainnya.

“Kalau perlu tempat lelang tembakau dunia itu dikuasai kita. Itu baru kita hebat. Tidak harus kita pakai sendiri tetapi pangsa dunia yang bagus bisa kita gunakan. Kita punya kekuatan itu. Ada gunung dan biasanya gunung-gunung itu menyediakan ruang yang bagus untuk jenis tanaman ini,” tuturnya.

Kondisi geografis Indonesia memilik banyak tempat yang menyediakan lahan bagus untuk tanaman tembakau. Misalnya di Jawa Tengah ada Temanggung, Boyolali, Magelang dan Wonosobo yang menjadi sentra produksi. Belum lagi di wilayah lain seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara, Bali, sampai USA Tenggara Barat.

“Tempat-tempat bagus ini menurut saya bagian yang musti kita atur, kita didik, kita edukasi, dan kita siapkan. Tobacco center menjadi tempat yang penting sehingga mungkin kita tidak menggunakan semua tetapi ketika negara lain menggunakan kenapa tidak kita yang suplai, bukan kita yang impor. Dibalik politiknya. Terbaik menurut saya,” ujar Ganjar.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *