Mantan Wali Kota Semarang dan Suaminya Terima Suap dan Gratifikasi Miliaran Rupiah
SEMARANG [Berlianmedia]- Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri, menerima uang suap dan gratifikasi sebanyak miliaran rupiah, untuk memuluskan proyek-proyek di lingkungan pemerintah kota (Pemkot) Semarang.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus korupsi, yang menghadirkan Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4).
Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan itu, dipimpin oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi, S.H., M.H. serta Titi Sansiwi, S.H. dan Dr. Drs. Ir. Arief Noor Rokhman, S.H., M.Hum. sebagai hakim adhoc Tipikor
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Rio Fernika Putra dan Yunarwanto, yang membacakan surat dakwaan setebal 64 halaman bagi keduanya, atas kasus suap dan gratifikasi.
JPU menyatakan, bahwa keduanya menerima uang dari Ketua Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional (Gapensi) Martono, yang juga Direktur PT Chimader777 sebesar Rp 2 Miliyar rupiah serta uang sebesar Rp 1,75 Miliyar dari Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa Rachmat Utama Djangkar.
“Uang tersebut diduga diberikan untuk memuluskan agar keduanya mendapat pekerjaan pada proyek pengadaan barang dan jasa, dilingkup Pemerintah Kota Semarang,” kata Jaksa membacakan dakwaannya.
Usai dijanjikan mendapat proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2023, lanjutnya, terdakwa Alwin Basri meminta uang sebesar Rp1 miliar, yang merupakan bagian dari komitmen fee.
“Terdakwa Alwin Basri meminta komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk keperluan biaya pelantikan Hevearita G. Rahayu sebagai Wali Kota Semarang,” terangnya.
Kemudian, Ita (sapaan akrab mantan Wali Kota Semarang) dan suaminya Alwin Basri juga didakwa memotong pembayaran pegawai negeri, yang bersumber dari insentif pemungutan pajak, dengan alasan untuk membayar utang kepada keduanya.
Uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan tersebut, merupakan penyisihan pendapatan pegawai Bappenda Kota Semarang, yang disebut sebagai iuran kebersamaan.
“Total potongan yang dinikmati kedua terdakwa masing-masing sebesar Rp 1,8 miliar untuk terdakwa Ita dan Rp 1,2 miliar untuk terdakwa Alwin,” jelasnya.
Selanjutnya terdakwa Hevearita dan Alwin Basri juga menerima gratifikasi atas pekerjaan proyek di 16 kecamatan yang ada di Kota Semarang, melalui penunjukan langsung (PL).
“Dari nilai proyek sebesar Rp 16 miliar tersebut, kedua terdakwa masing-masing menerima gratifikasi yang tidak dilaporkan ke KPK sebesar Rp 2 miliar,” tandas Jaksa.
Keduanya pun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tidak Ajukan Eksepsi
Pada sidang perdana itu, Terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Dengan demikian, sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian pada pekan depan.
Agus Nurudin, yang menjadi salah satu tim Penasihat Hukum Ita dan Alwin menyatakan, bahwa tidak diajukannya eksepsi lantaran untuk mempercepat jalannya persidangan.
“Kami tidak mengajukan eksepsi agar persidangan berjalan dengan cepat, sehingga minggu depan kami bisa langsung menghadirkan saksi,” tegasnya.