Makam Mbah Genuk Semarang yang Di Ba’alawikan
SEMARANG [Berlianmedia] – Warga Tegalsari dan beberapa Komunitas Budaya menggelar acara Sarasehan Budaya, dengan mengusung tema Menjaga Warisan Budaya berupa Makam Keramat sebagai tenger atau titik sejarah Masyarakat Genuk Tegalsari berlangsung di area bekas Wonderia Semarang, Sabtu (21/9) pukul 21.30 WIB.
Acara diawali Doa yg dipimpin oleh Romo Lilik, dilanjutkan pemotongan Tumpeng sebagai simbol bersatunya Pegiat Budaya dan Masyarakat untuk menjaga Makam Keramat Mbah Genuk serta melawan segala bentuk pemalsuan sejarah yang ada di Area Wonderia Tegalsari Genuk Kota Semarang.
Hal ini dilakukan mengingat prosesi atau ritual tahunan apitan diantara bulan Syawal dan besar yang sudah merupakan tradisi era sekarang jarang sekali di lakukan masyarakat Kota Semarang. Namun tradisi Syadranan (Merri Desa) menjelang bulan ramadhan sampai sekarang masih berjalan setiap tahunnya.
Salah satu pelestari budaya asal Semarang Kusriyanto menceritakan kekhawatirannya adanya dugaan pembelokan sejarah terhadap Makam Mbah Genuk yang berubah nama menjadi Makam Wali Agung Semarang
Raden Wirokusumo Negoro Mbah Kyai Genuk Bendhara Sayyid Awal Al Habib Awat Bin Samsuddin Hasan Bin Yahya Al Husaini Ba’alawi.
“Ini dipaksakan dan guna membangun narasi sejarah palsu dan juga membelokkan sudut pandang sesat yang tidak ada kaitannya dengan sejarah Mbah Genuk,” ucapnya.
Ironinya Makam Mbah Genuk terpasang Plang atau papan nama sebagai penegasan bahwa seakan -akan Makam bagian dari keturunan Bin Yahya yang tidak pernah tercatat dicatatan sejarah masyarakat Kota Semarang meski bersifat budaya tutur, bahkan dengan cara nglimpe papan nama menempel didinding pintu masuk dipasang pada tahun 2022 tanpa sepengetahuan warga sekitar,” Ujar Togog sapaan akrab Kusriyanto.
Menurutnya problem mengenai pengakuan Makam secara sepihak tanpa ada manuskrip ini menjadi perlawanan Masyarakat Tegalsari untuk mengembalikan makam leluhur sebagai warisan Budaya Masyarakat tanpa ada label Ba’ alawi.
Jelas bahwa toponimi Mbah Genuk menjadi sebutan Masyarakat sebagai Kampung Genuk tak bisa ditawar lagi, tidak ada kaitanya dengan Bin Yahya sebagai Toponimi di kawasan Wonderia Tegalsari,” imbuhnya
Senada Kang Pri tokoh pelestari budaya menambahkan desain sedemikian terkait makam Mbah Genuk menjadi sistematif dan masiv sehingga masyarakat menerima kondisi yang ada meskipun resikonya kehilangan histori.
Mbah Pri yang aktif menjaga warisan leluhur, bahkan pernah mengetahui kejadian pencurian makam menjadi langkah awal perlawanan atas nama pembelokan sejarah palsu dan mengingatkan kita untuk menjaga warisan budaya.
Hasil saresehan diantaranya menjaga eksistensi warisan yang ada, membentuk komunitas Penjaga warisan Budaya juga wadah Komunikasi antar pegiat Budaya di Kota Semarang.
Juga mengembalikan nama makam mbah Genuk yang di klaim oleh ba’ alawi kembali ke semula.
Mencari data autentik secara empiris keberadaan makam mbah genuk sebagai tanda adanya kegiatan politik dan budaya pada masa lampau.
Masyarakat sekitar juga beberapa pegiat budaya dan pegiat sejarah menyatakan bahwa makam mbah genuk tidak ada keterkaitan dengan adanya baalawi ataupun leluhur Bin Yahya.
Acara sarasehan Budaya dihadiri beberapa tokoh Masyarakat dan juga sesepuh Kampung setempat diantaranya Mbah Ramli, perwakilan dari Komunitas Budaya Semarang antara lain Damar Kedaton Nusantara (DKN), Sanggar Budaya Ilir Ilir, Penghayat Kepercayaan, Budayawan Semarang, Ustadz juga aktivis Kebudayaan hadir di Acara Sarasehan Budaya.
Selain tokoh tok budaya turut hadir pula Mbah Roso, Ki Jaga Raga, Dedi Setiadi, Mbah Guno dan Mas Pri (Surabaya). Mereka adalah bagian dari pegiat juga budayawan yang aktif di dunia spiritual.