KPK Tahan Dirut BPR Jepara Artha Terkait Korupsi Kredit Fiktif Rp263,5 Miliar

JAKARTA [Berlianmedia]– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko, dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha fiktif pada periode 2022–2024.

Selain Jhendik, empat orang lain juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Iwan Nursusetyo (Direktur Bisnis dan Operasional), Ahmad Nasir (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan), Ariyanto Sulistiyono (Kepala Bagian Kredit), serta Mohammad Ibrahim Al’Asyari (Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang).

“Para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September hingga 7 Oktober 2025, di Rutan Cabang KPK,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/9).

Dalam perkara ini, KPK menyita sejumlah aset bernilai besar. Dari tangan Jhendik, diamankan uang tunai Rp1,3 miliar, empat unit mobil, dua bidang tanah, serta 136 bidang tanah dan bangunan lain senilai Rp60 miliar.

Sementara itu, dari Ibrahim disita uang Rp11,5 miliar, sebidang tanah, dan satu unit Toyota Fortuner. Aset milik Ahmad Nasir yang disita berupa sebidang tanah rumah serta satu unit sepeda motor.

Modus Kredit Fiktif

Asep mengungkap, sejak April 2022 hingga Juli 2023, BPR Jepara Artha merealisasikan 40 debitur fiktif dengan total plafon kredit mencapai Rp263,5 miliar. Dana tersebut kemudian digunakan untuk berbagai pembayaran, seperti  biaya provisi Rp2,7 miliar, premi asuransi ke Jamkrida Rp2,06 miliar, dengan kickback Rp206 juta ke Jhendik, biaya notaris Rp10 miliar, dengan kickback Rp275 juta ke Iwan dan Rp93 juta ke Ahmad Nasir dan fee untuk 40 debitur fiktif sebesar Rp4,85 miliar.

“Sebagian besar dana, yakni Rp95,2 miliar, dipakai manajemen BPR untuk memperbaiki kredit macet. Jhendik juga membeli satu unit Honda Civic Turbo serta menarik uang Rp1 miliar,” ungkapnya.

“Adapun Rp150,4 miliar dikuasai Ibrahim untuk pembelian tanah sebagai agunan, pembayaran angsuran kredit Rp70 miliar, pembelian aset pribadi dan aliran dana yang dikamuflase sebagai usaha beras,” imbuh Asep.

Fee hingga Biaya Umrah

KPK menemukan adanya aliran dana “fee” dari Ibrahim kepada para tersangka. Jhendik menerima Rp2,6 miliar, Iwan Rp793 juta, Ahmad Nasir Rp637 juta, Ariyanto Rp282 juta, serta biaya umrah senilai Rp300 juta untuk Jhendik, Iwan dan Ahmad.

Atas perbuatan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp254 miliar yang berasal dari pokok debet dan tunggakan bunga.

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *