Guru Sertifikasi dan Non-Sertifikasi Perlu Perhatian Pemerintah
SEMARANG [Berlianmedia] – Kesenjangan tunjangan antara guru bersertifikasi dan non-sertifikasi menjadi salah satu isu penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Guru adalah pilar utama pendidikan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih adanya ketidakadilan dalam hal kesejahteraan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Guru yang telah lulus sertifikasi menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan. Sementara itu, guru non-sertifikasi, baik guru ASN – PPPK, serta khususnya guru honorer atau non-PNS, sering kali hanya mengandalkan honor yang tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diemban. Kondisi ini menciptakan disparitas yang signifikan, baik dari segi pendapatan maupun motivasi kerja.
Ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan. Guru non-sertifikasi sering kali merasa kurang dihargai, sehingga motivasi mereka dalam mengajar bisa menurun. Di sisi lain, guru bersertifikasi yang mendapatkan tunjangan lebih baik memiliki akses yang lebih luas untuk mengikuti pelatihan atau membeli bahan ajar tambahan, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pengajaran.
Namun, perlu dicatat bahwa banyak guru non-sertifikasi memiliki dedikasi yang tinggi meskipun dengan keterbatasan finansial. Mereka tetap berjuang untuk memberikan pendidikan terbaik bagi siswa, bahkan di daerah terpencil yang minim fasilitas.
Pemerintah harus mencari solusi untuk mengurangi kesenjangan ini. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah mempercepat program sertifikasi bagi guru non-sertifikasi, termasuk guru honorer. Proses sertifikasi yang saat ini panjang dan kompleks perlu disederhanakan tanpa mengurangi standar kualitas.
Selain itu, perlu ada kebijakan yang memberikan insentif atau tunjangan tambahan bagi guru non-sertifikasi, terutama mereka yang mengajar di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Hal ini penting untuk memastikan semua guru merasa dihargai dan didukung dalam menjalankan tugasnya.
Pemerintah daerah juga memiliki peran strategis dalam mengatasi kesenjangan ini. Dengan anggaran yang ada, mereka dapat memberikan subsidi atau insentif lokal untuk guru non-sertifikasi. Di sisi lain, masyarakat dapat turut serta mendukung dengan memberikan penghargaan moral kepada para guru, sehingga mereka merasa pekerjaannya diakui.
Kesenjangan tunjangan antara guru bersertifikasi dan non-sertifikasi adalah masalah yang harus segera ditangani. Guru adalah ujung tombak pendidikan, dan kesejahteraan mereka adalah investasi bagi masa depan bangsa. Dengan kebijakan yang lebih inklusif dan pemerataan akses sertifikasi, diharapkan seluruh guru, baik bersertifikasi maupun non-sertifikasi, dapat memberikan kontribusi maksimal bagi dunia pendidikan Indonesia.
“Pemerintah perlu menunjukkan komitmen nyata dalam menjembatani kesenjangan ini. Guru yang sejahtera adalah kunci utama dalam menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan berdaya saing,” ujar seorang pengamat pendidikan di Semarang.