Gamelan Kolosal, Ciptakan Notasi Iringan dan Koreografi Baru
SEMARANG[Berlianmedia]- Gelaran Gamelan Kolosal peringati HUT ke-72 Provinsi Jawa Tengah berlangsung semarak. Ribuan seniman desa mampu menciptakan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung kawasan car free day (CFD) Simpang Lima, Kota Semarang, Minggu (14/8).
Dalam waktu sekitar dua pekan, mereka mampu meramu notasi vokal iringan jaranan kolosal dan koreografi baru yang dipersembahkan khusus untuk HUT Provinsi Jawa Tengah itu. Semua dilakukan sebagai bentuk terima kasih para seniman atas bantuan dan dukungan dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada seniman tradisional, khususnya kuda lumping.
Komposer notasi vokal iringan Gamelan Kolosal, Ahmad Alfan Riska Alhamami menuturkan iringan gamelan untuk kuda lumping kolosal itu digarap selama empat hari. Dimulai sejak dia mendapatkan usulan dari teman-teman paguyuban kuda lumping Temanggung pada 28 Juli 2022 lalu. Setelah jadi dalam bentuk rekaman, komposisi iringan itu disebarkan kepada masing-masing kelompok yang terlibat dalam Gamelan Kolosal di Simpang Lima Kota Semarang.
“Kita mengaransemen itu selama empat hari, mulai 28 Juli. Terus dilanjutkan proses produksi, lalu kami rilis kepada teman-teman paguyuban di Temanggung untuk latihan. Seluruh kelompok memainkan komposisi itu, ada 30 kelompok dari paguyuban yang alat gamelannya dibantu Pak Ganjar,” ujarnya ditemui seusai acara itu.
Komposisi iringan Gamelan Kolosal itu merupakan kreasi dari komposisi dasar musik di Kabupaten Temanggung. Komposisi tersebut diberi judul “Jawa Tengah Nyawiji” untuk iringan seni Jaran Kepang.
“Ini khusus dibuat untuk hari jadi Jawa Tengah. Liriknya berisi tentang Jawa Tengah yang berbudaya, inovatif, dan maju untuk kepentingan Indonesia,” tutur Alfan.
Hal itu termasuk dalam bait pembuka yang berbunyi “Satu padu merajut asa. Demi Jawa Tengah yang maju. Provinsi yang jadi pusat kebudayaan. Semoga selalu rahayu sugeng dumadi.”
Selain iringan, masing-masing kelompok juga memiliki koreografi baru. Koreografi tersebut merupakan kreasi sendiri sesuai dengan ciri khas masing-masing kelompok kuda lumping atau jaran kepang.
“Untuk koreo ada koreografi baru. Setiap kelompok punya koreografi tersendiri dan ada ciri khas masing-masing. Khususnya kuda lumping ada kreasi sendiri tapi inti atau dasarnya sama,” tutur Masjudi, koordinator Kelompok Kuda Lumping Turonggo Budoyo
Masjudi mengatakan koreografi baru itu merupakan wujud kreativitas dan ucapan terima kasih kami kepada Gubernur Ganjar Pranowo karena selalu mendukung kelompok seni tradisional, termasuk memberikan bantuan seperangkat alat gamelan kepada masing-masing kelompok.
“Untuk konsep gamelan ini saya ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, khususnya Bapak Ganjar Pranowo. Menurut saya sangat baik dan istimewa sekali karena memacu dan memotivasi seluruh jajaran pecinta seni kuda lumping. Kami juga bisa berkolaborasi dengan beberapa kelompok lain, bisa saling silaturahmi dan itu sangat bagus untuk pecinta seni kuda lumping,” ujarnya.
Dia menambahkan selama ini pertunjukan bersama kelompok lain hanya dilakukan di pentas-pentas seni di daerah masing-masing. Meskipun persiapan yang dilakukan cukup singkat yakni sekitar dua pekan, setiap kelompok sangat antusias dengan memberikan 100 persen kreativitas yang dimiliki.
“Persiapan memang sedikit mendadak, perkiraan sekitar satu-dua pekan. Terus untuk jenis tari sendiri itu otodidak. Kita hanya bertemu di sini terus gladi bersih,” tuturnya.
Senada Wajiyanto dari Kelompok Turonggo Bhexso menuturkan Gelaran Gamelan Kolosal yang diselenggarakan di Simpang Lima sangat menyenangkan buat para seniman. Sebab hampir seluruh pegiat seni kuda lumping berkumpul dan berkolaborasi, khususnya kelompok yang mendapatkan bantuan gamelan dari Gubernur Ganjar Pranowo.
“Ini sangat membahagiakan buat kami, mereka yang mendapatkan bantuan bisa bersatu di sini, tampil bersama. Bisa memperat tali persaudaraan kelompok kesenian jaran kepang Jawa Tengah bahkan hampir satu gerakan dan satu musik. Ini kedua kalinya kami tampil di Semarang. Dulu juga di hari jadi Jawa Tengah, sekitar tahun 2018 kalau tidak salah,” tutur Wajiyanto.
Menurutnya, bantuan gamelan yang diberikan Ganjar Pranowo sangat membantu untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional, khususnya kuda lumping. Sebab sebelumnya kelompok Turonggo Bhexso harus bergantian gamelan dengan kelompok seni lainnya di Desa Seman, Temanggung.
“Turonggo Bhexso ini sebelumnya belum punya. Awalnya masih memakai seperangkat gamelan milik desa, jadi satu pangkon dipakai beberapa organisasi kesenian daerah. Alhamdulillah Pak Ganjar memberikan bantuan gamelan ini untuk nguri-uri, menghidupkan kesenian jaran kepang, khususnya Turonggo Bhexso,” ujarnya.