Dua Tahun Diteror Ahli Waris Tuan Tanah Warga Semarang Tuntut Keadilan

SEMARANG [Berlianmedia]- Selama lebih kurang dua tahun mengalami intimidasi dan teror dari seseorang yang mengaku ahli waris Tasripin, tuan tanah terkenal di kota Semarang, seorang warga Semarang menuntut keadilan.

Sebagaimana diketahui, Tasripin merupakan warga asli yang menjadi orang terkaya kota Semarang sejak jaman dahulu.

Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mega Cakra Keadilan, warga Kota Semarang bernama Wahyune Maliyani menuntut keadilan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang agar ikut berpartisipasi dan membantunya terkait permasalahan yang dihadapinya.

Sebab menurut Dr. Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, dan Soeryono Roestam, SH kliennya tersebut adalah anak pemilik sah dari tanah dan bangunan atas nama Munsaidi Eko Rahardjo di Kampung Demes dan Kampung Baris, Kelurahan Karangturi, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang.

Menurut Soesanto, kliennya kini hidup dalam tekanan trauma ketakutan karena selalu diintimidasi dan diteror melalui telepon maupun didatangi oleh seseorang, yang mengaku sebagai ahli waris Tasripin.

“Sejak 2022, orang tersebut meneror klien kami untuk menebus lahan rumah di tempati klien kami yang diklaim sebagai warisan keluarga mereka, yang mengakibatkan tekanan luar biasa bagi Wahyune dan keluarganya,” ungkap Soesanto, dalam jumpa pers dengan awak media di Jalan Peres, Kota Semarang, Jum’at (1/11).

Orang tersebut, lanjutnya, menuntut Wahyune untuk membayar atau menebus tanah yang telah dimilikinya selama bertahun-tahun, bahkan membawa rincian biaya tebusan yang dinilai sangat tinggi, di luar ekspektasi.

Permasalahan mulai muncul, saat Wahyune menemukan kejanggalan dalam sertifikat tanah miliknya di Kampung Demes. Pada 2018, saat sertifikat tanah atas nama orang tuanya dibalik nama menjadi miliknya, ia terkejut karena luas tanah yang semula tertulis di sertifikat surat tanah seluas 71 meter persegi berkurang menjadi 49 meter persegi dan tanah seluas 22 meter persegi tiba-tiba tercatat di sertifikat surat tanah berbeda, atas nama pihak lain.

Pada 2022, seorang pria yang mengaku sebagai ahli waris tuan tanah menuntut Wahyune membayar biaya tebusan senilai Rp 3.100.000 per meter untuk tanah yang hilang tersebut. Tidak hanya itu, tanah miliknya di Kampung Baris seluas 67 meter persegi juga dituntut tebusan sebesar Rp 3.375.000 per meter.

Dengan didampingi tim kuasa hukum dari LBH Mega Cakra Keadilan, yaitu Dr. Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, dan Soeryono Roestam, SH, Wahyune menyampaikan bahwa kejanggalan itu terjadi saat ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diprogramkan pemerintah dan Wahyune mengeluh, bahwa tuntutan tebusan yang diberikan sangat memberatkannya.

“Kejadian itu terjadi, saat pemerintah menjalankan program  program PTSL yang diprogramkan beberapa waktu lalu dan rincian harga yang diberikan sangat memberatkan,” terangnya.

Teror yang dialaminya semakin intensif pada tahun 2024, dengan orang tersebut kembali membawa rincian biaya tebusan terbaru, bahkan melibatkan pihak lain yang juga mengaku sebagai ahli waris tuan tanah. Wahyune hanya berharap adanya titik terang dalam kasus ini. Dengan bantuan kuasa hukumnya, ia berupaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai pemilik sah atas tanah tersebut, serta mengakhiri teror yang mengancam ketentraman keluarganya.

Dikatakan pula oleh Dr. Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, sebagai kuasa hukum Wahyune, bahwa tekanan yang dialami kliennya semakin berat akibat permintaan tebusan yang dinilai sangat tinggi.

“Mereka merasa tanah itu milik tuan tanah, sedangkan bangunannya milik klien kami,” tandas Soesanto.

Soeryono Roestam, kuasa hukum lainnya menambahkan, bahwa intimidasi serupa dialami juga oleh warga lain di kawasan tersebut. Banyak dari mereka menyerah pada tuntutan ahli waris palsu akibat ketidaktahuan soal alas hak tanah mereka.

“Kami berencana untuk bermediasi demi menemukan solusi, dan berharap pemerintah turut turun tangan membantu menyelesaikan permasalahan ini. Beberapa warga memiliki sertifikat, tetapi masih diganggu oleh pihak yang mengaku ahli waris tuan tanah,” jelas Soeryono.

Caption : Wahyune Maliyani, didampingi tim kuasa hukum dari LBH Mega Cakra Keadilan, yaitu Dr. Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, , saat jumpa pers di Semarang Jum’at (1/11). Foto : Absa

Mari Berbagi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *