Banyak Aset Negara Eks BPPN Belum Optimal Pemanfaatannya
JAKARTA[Berlianmedia] –
DPR-RI menilai banyak aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang beralih ke perusahaan pengelola aset (PPA) di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum optimal pemanfaatannya.
Anggota Komisi II DPR-RI Riyanta mengatakan banyak aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kemudian beralih ke perusahaan pengelola aset (PPA) yang saat ini ada di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum optimal pemanfaatannya.
Menurutnya, pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan aser tersebut.
“Berdasarkan pengamatan kami di lapangan banyak aset-aset eks BPPN yang kemudian ke PPA yang saat ini ada di Ditjen kekayaan Negara belum optimal pemanfaatannya. Oleh karena itu kami ingin macari masukan dari berbagai pihak,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Senin (12/9).
FGD yang mengusung tema
Optimalisasi Pemanfaatan Aset Eks BPPN yang dapat memberi nilai tambah bagi penerimaan Negara dan Masyarakat itu digelar untuk mencari berbagasi masukan.
“Kami membuat acara FGD ini dalam rangka mencari masukan-masukan sebanyak mungkin, yang kemudian kesimpulannya akan kami sampaikan ke pemerintah yang dalam hal ini presiden Joko Widodo,” tutur Riyanta.
Dalam diskusi tersebut juga terungkap berbagai persoalan pertanahan lainnya, baik itu konflik, sengketa, maupun perampasan atau mafia kejahatan pertanahan lainnya.
Oleh karena itu Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini mendorong pemerintah untuk bisa menyelesaikan berbagai kasus pertanahan tersebut, termasuk di dalam nya aset-aset eks BPPN dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Kenapa harus Perppu? karena sesuai dengan Pasal 7 undang-undang no. 12 tanun 2011 tentang Hierarki peraturan perundang-undangan, kalau ini diselesaikan lewat PP atau Perpres tentu akan bertabrakan dengan beberapa undang-undang yang ada. Jadi menurut saya ini harus diselesaikan secepatnya dengan Perppu. Kalau kemudian terjadi konflik tafsir, tentu Perppu ini lahir belakangan, maka akan menjadi pijakan yang bisa dijadikan pedoman semua,” ujarrnya.
Selain itu, menurut Politisi asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah III ini menuturkan bahwa hal yang tidak kalah pentingnya ketika bicara sengketa pertanahan, konflik pertanahan, kemudian kejahatan pertanahan, maka hal yang utama yang bisa dijadikan salah satu solusi atau penyelesaian adalah dengan membuka dokumen warkah ke public.
Dia menambahkan jangan sampai dokumen warkah itu menjadi dokumen yang dikecualikan transparansinya.
“Dibukanya dokumen warkah ke publik. Ini sebenarnya ruh atau solusi untuk mengurai persoalan-persoalan pertanahan yang muncul,” tuturnya.
Riyanta menuturkan pihaknya akan terus mendorong agar RUU Tentang Masyarakat Adat segera diundangkan untuk memberi suatu kepastian.
Pasalnya, tutur Riyanta, sebagaimana diketahui bahwa pencaplokan hak-hak ulayah yang notabene merupakan hak masyarakat adat benar-benar terjadi.
Bahkan, menurutnya, ada salah satu korporasi yang memegang sekitar 5.000 hektare Hak Guna Usaha, namun dalam kenyataannya hampir 10.000 hektare yang digunakan.
“Dalam hal ini Negara harus hadir. Saya ingin mendorong agar negara ini kuat, negara ini tegas, jangan sampai negara ini seolah-olah kalah dengan korporasi. Saya ingin mendorong lahirnya ratu adil, itu singkatan dari peraturan yang adil,” ujar Riyanta. (rs)