Anak Pasangan Disabilitas di Semarang Terancam Gagal Sekolah Gegara “Sistem”
SEMARANG [Berlianmedia]- Anak pasangan penyandang disabilitas tuna netra di Kota Semarang, terancam gagal sekolah karena tidak bisa mendaftar di sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri, walaupun lewat jalur afirmasi.
Hal itu terungkap, karena Vita Azahra (15) anak perempuan pasangan penyandang disabilitas tuna netra tersebut, hingga hari terakhir pendaftaran PPDB tetap tidak bisa mendaftar lewat jalur afirmasi (keluarga tidak mampu), karena ditolak sistem.
“Jadi pas awal pembuatan akun itu, saya di situ ada opsi pilihan anak tidak mampu. Tapi setelah diklik, di situ langsung otomatis tidak bisa, tapi saya belum tahu masalahnya,” kata Vita, sapaan akrabnya menceritakan awal pendaftaran PPDB, di rumahnya yang sangat sederhana, dengan ukuran 4X4 meter.
Dari situ, dia mencoba mendatangi sekolah yang ingin dimasukinya, yaitu SMAN 9 dan SMAN 15 Semarang. Namun petugas bilang bahwa dirinya tidak bisa mendaftar PPDB lewat jalur afirmasi karena sistem menolaknya.
“Waktu saya ke SMAN 9, saya ditanyain petugas kira-kira mau masuk jalur apa. Saya jawab mau masuk jalur afirmasi tapi tidak bisa karena sistem,” tutur dia.
“Terus SMA 9 menyarankan masuk jalur zonasi, kalau nggak prestasi. Habis itu saya bilang ke orang tua, tidak bisa masuk jalur afirmasi,” imbuh Vita dengan mata berkaca-kaca.
Alasan yang diterima lulusan SMP 33 Semarang itu tidak bisa mendaftar di jalur afirmasi, karena keluarganya tergolong miskin kategori P4 (rentan miskin). Sedang dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), ada beberapa kategori keluarga miskin.
Namun yang masuk dalam sistem PPDB jalur afirmasi hanya tiga kategori, yaitu P1 (miskin ekstrem), P2 (sangat miskin) dan P3 (hampir miskin). Sedangkan keluarga Vita kategori P4, sehingga tidak terdaftar dalam sistem PPDB.
Kemudian setelah itu dia mencoba mendatangi Kantor Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Jawa Tengah, untuk menggali dan sangat berharap menemukan solusi atas permasalahannya.
Namun sayang, dari cerita Vita, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan bilang dia tetap tidak bisa mendaftar sekolah negeri. Padahal dia sudah berusaha bolak-balik ke sekolah dan kedua instansi pemerintah tersebut, namun tetap tidak menemukan solusi.
“Saya mencoba mengurus ke dinas sosial dan pendidikan, tapi dinas sosial dan dinas pendidikan juga tidak bias kasih solusi, karena alasannya itu sistem. Ke Disdik 1 kali, Dinsos 2 kali, kalau ke sekolah berkali-kali,” ucap Vita dengan nada lirih.
Pemerintah Kurang Tanggap
Karena anak pasangan penyandang disabilitas tuna netra Warsito (39) dan Uminiya (42), merasa buntu dan tak kunjung menemukan solusi, maka pihak keluarga kemudian minta bantuan kepada Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Kota Semarang atas persoalan yang dihadapi.
Penasehat ITMI Kota Semarang, Zainal Abidin Petir, mendatangi rumah kontrakan keluarga Vita, yang berada di perumahan padat penduduk, Jalan Gondang Raya 17, RT 3 RW 1, Kelurahan Tembalang, Tembalang, Kota Semarang, pada Kamis (4/7).
Dia mengaku sangat kecewa, karena pemerintah kurang peka dan kurang tanggap terhadap masalah sosial, terlebih menyangkut masa depan anak sekolah.
Menurutnya, berdasarkan kondisi keluarga, mulai dari aspek kesehatan, pekerjaan dan ekonomi, keluarga Vita seharusnya bisa tergolong kategori P1 (miskin ekstrem), bukan P4 (rentan miskin).
Karena rumah yang ditempati keluarga itu sempit dan sangat sederhana. Berupa di sebuah kamar kecil, luasnya sekitar 4 x 4 meter, yang digunakan multi fungsi. Kalau siang digunakan untuk bekerja dan malam harinya untuk istirahat dan tidur.
“Aku selaku penasehat ITM Kota Semarang sangat prihatin atas keteledoran dan ketidakcermatan petugas verifikasi dan validasi, mulai dari Kelurahan hingga Kementerian Sosial,” kata Zainal Petir.
Pemerintah kurang cermat dan teliti, lanjutnya, saat mendata keluarga miskin seharusnya data DTKS diperbaiki secara rutin dan sepanjang waktu. Karena hal ini berdampak pada hak-hak atau pelayanan publik yang didapatkan.
“Sehingga warga yang mestinya kategori ekstrim miskin atau P1 tidak masuk kategori. Dampaknya jadi anaknya tidak bisa diterima di sekolah negeri, karena ketika daftar lewat jalur afirmasi tidak bisa nyantol (masuk) di aplikasi pendaftaran,” ungkap Zainal Petir
Dirinya juga sudah menyampaikan masalah ini kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Lebih lanjut dia berharap bahwa Vita yang merupakan anak pasutri disabilitas dan tergolong tidak mampu ini bisa melanjutkan pendidikan di SMA negeri.